Setiap jamaah haji pasti mengenal air zam-zam. Air ini telah identik dengan Masjidil Haram atau bahkan Tanah Suci, karena air zam-zam disediakan secara melimpah bukan hanya di Masjidil Haram di Makkah, tetapi juga di Masjid Nabawi di Madinah dan berbagai tempat lain.
Air zam-zam seakan telah menjadi oleh-oleh yang wajib dibawa oleh jamaah haji ketika pulang ke Tanah Air. Setelah selesai tawaf memang disunnahkan untuk meminum air zam-zam. Dulu letaknya di belakang Makam Ibrahim. Para jamaah harus masuk ke dalam sumur untuk mendapatkan air itu. Kini sumur itu telah ditutup untuk memperluas area tawaf. Sebagai gantinya, telah disediakan puluhan kran yang dengan itu mudah bagi setiap jamaah mendapatkan air istimewa itu.
Ada doa khusus dituntunkan ketika meminum air zam-zam. Air ini dipercaya bisa menyembuhkan banyak penyakit. Karenanya, dalam doa meminum air zam-zam disebutkan permohonan kepada Allah akan kesembuhan atas setiap penyakit dan kesempitan.
Air zam-zam memang sungguh istimewa, bahkan boleh disebut air ajaib. Keajaibannya bukan isapan jempol belaka. Dari proses pembentukan atau genesanya saja hingga sekarang masih terus mengundang tanya. Seluruh teori hidrologi yang ada tidak mampu menjelaskan muasal air ini. Normalnya, air tanah itu berkumpul di lapisan yang disebut aquifer. Aquifer ini biasanya ada pada lapisan batuan yang disebut batuan endapan atau batuan sedimen, bukan di batuan beku (hasil pembekuan magma) atau batuan metamorf (alihan). Untuk diketahui, Kota Makkah, khususnya Masjidil Haram, berdiri di atas batuan beku, bukan batuan sedimen. Artinya, tidak mungkin di sana bakal dijumpai aquifer biasa yang memungkinkan didapat kandungan air tanah. Jadi, dari sini saja munculnya air zam-zam di tengah batuan beku sudah merupakan sebuah keanehan.
Jika dikatakan bahwa air zam-zam itu ada dalam aquifer yang berbentuk lenses (lensa) yang memang biasa dijumpai pada batuan beku, pertanyaannya, mengapa jumlahnya demikian besar? Biasanya aquifer yang bersifat lenses dalam wilayah yang dibentuk oleh batuan beku, dimensi dan volumenya kecil saja. Kalau dikatakan bahwa lensanya sangat besar sehingga volume airnya juga sangat besar, pertanyaannya lagi, mengapa air zam-zam tidak dijumpai di tempat lain; hanya di titik itu saja; di dekat Ka’bah. Jika benar aquifer lensanya sangat besar, mestinya di area di sekitar masjid, jika dibor, akan dijumpai juga air zam-zam. Ternyata tidak.
Kemudian soal sumber air. Biasanya air tanah merupakan hasil rembasan dari air permukaan. Untuk memungkinkan adanya air tanah diperlukan apa yang disebut catchment area (daerah tangkapan). Biasanya posisinya agak tinggi (perbukitan) yang membuat air permukaan kemudian masuk dan mengisi lapisan-lapisan batuan yang bisa menyimpan air. Dari teori ini saja, jelas bahwa air zam-zam pastilah bukan air tanah biasa karena tidak mungkin ia berasal dari rembasan air permukaan mengingat ia berada di daerah yang sepanjang waktu hampir tidak pernah ada hujan. Kalau begitu, ini air berasal dari mana?
Ada teori bahwa air zam-zam mungkin berasal dari air tanah purba atau air laut purba yang terjebak. Ini mungkin saja. Namun, sejauh pengamatan, tidak ditemukan sama sekali tanda-tanda geologis bahwa daerah itu dulunya adalah laut, yang salah satu tandanya adalah dijumpainya batuan gamping. Jika itu air tanah purba, dipertanyakan juga bagaimana itu bisa terjadi mengingat dari dulu hingga sekarang daerah Makkah adalah gurun yang tidak pernah dijumpai hujan. Jadi, air dari mana? Tidak terjawab juga.
Belum lagi kita berbicara soal jumlah atau volumenya. Dalam buku, Makkah al-Mukarramah Fadhâ’iluhâ wa Târîkhuhâ, (Makkah al-Mukarramah, Kelebihan dan Sejarahnya) yang ditulis oleh Abdul Basit bin Abdul Rahman disebutkan, bahwa sumur zam-zam sudah berumur hampir 5000 tahun, persisnya 4946 tahun, sejak Nabi Ibrahim hingga sekarang. Coba Anda hitung, berapa banyak air zam-zam sudah diambil sepanjang waktu itu? Andai rata-rata jumlah jamaah haji setiap tahunnya sekitar 2 juta orang dan masing-masing membawa pulang 5 liter (faktanya bahkan ada yang membawa 20 liter lebih) maka ada 10 juta liter yang diambil. Kemudian jika, katakanlah, jamaah haji rata-rata tinggal selama 25 hari di Tanah Suci dan setiap hari meminum 0,5 liter, maka totalnya sudah 35 juta liter diambil oleh jamaah tiap musim haji! Belum lagi air yang dikonsumsi oleh jamaah umrah yang hampir tidak pernah sepi sepanjang tahun. Namun, meski diambil terus-menerus dalam jumlah yang sangat besar, sejauh ini tidak sedikitpun terlihat ada tanda-tanda air zam-zam menyusut. Mengapa?
Dari penelitian didapat fakta yang sangat mengejutkan. Ternyata air yang keluar dari dasar sumur zam-zam yang luasnya sekitar 5×4 meter itu sama besarnya dengan air yang dipompa keluar. Inilah yang membuat permukaan sumur relatif stabil. Ini juga yang membuat air zam-zam, misalnya, lama tidak diambil, tidak pernah terdengar air itu membludak. Eloknya lagi, air itu memang benar-benar tidak pernah bisa terkontaminasi oleh air lain, termasuk air hujan. Menurut penduduk Makkah, pernah suatu ketika pelataran Kabah terendam air akibat hujan deras. Logikanya, ketika dulu sumur air zam-zam belum ditutup seperti sekarang ini, air hujan itu akan masuk ke dalam sumur dan mengotori air zam-zam. Namun, itu tidak terjadi. Mengapa? Ternyata tekanan air zam-zam itu sangat besar sehingga mampu mendorong genangan air hujan. Pernah dilakukan percobaan dengan pemompaan sebesar 8.000 liter/detik (bandingkan dengan debit sumber mataair terbesar di Indonesia yang ditemukan di daerah Klaten, Jawa Tengah, yang kira-kira hanya 200 liter/detik) terus-menerus selama 24 jam, air zam-zam, yang kedalaman sumurnya sekitar 30 meter dengan kedalaman air hanya 3.32 meter itu, surut hingga kedalaman 12,72 meter. Namun, hanya dalam waktu 11 menit, air zam-zam kembali lagi ke ketinggian 3,9 meter. Itu artinya, debit air zam-zam memang sangat besar, tetapi ia keluar hampir setara dengan air yang diambil. Hal inilah yang membuat air zam-zam tidak pernah kering, tetapi juga tidak lantas membludak.
Yang paling elok tentu saja adalah kualitasnya. Air zam-zam memiliki rasa yang khas dan mampu menyembuhkan berbagai penyakit. Meski sudah ribuan tahun, tidak pernah dilaporkan adanya penurunan kualitas; tidak pernah juga diberitakan ada yang sakit setelah meminumnya, padahal air zam-zam langsung diminum begitu saja, tidak pernah dimasak lebih dulu.
Dari penelitian, diperoleh fakta bahwa air zam-zam mengandung fluorida yang memiliki daya efektif membunuh kuman, yang membuat air zam-zam seolah seperti sudah mengandung obat. Perbedaan air zam-zam dibandingkan dengan air sumur lain di Kota Makkah dan kota lain adalah dalam hal kuantitas kalsium dan garam magnesiumnya. Kandungan kedua mineral itu sedikit lebih banyak pada air zamzam. Itu yang menyebabkan air zam-zam menyegarkan bagi jamaah yang kelelahan. Keistimewaan lain, komposisi dan rasa kandungan garamnya selalu stabil dan selalu sama sejak dulu hingga sekarang. “Rasanya” yang selalu terjaga itu diakui oleh semua jemaah haji dan umrah yang selalu datang tiap tahun. Tidak pernah ada komplain atau pengaduan. Satu kehebatan lagi, sumur air zam-zam tidak pernah ditumbuhi lumut, padahal di seluruh dunia sumur di manapun selalu ditumbuhi lumut dan tumbuhan mikroorganisme.
Keajaiban air zam-zam tidak berhenti sampai di situ. Setelah diselidiki lebih lanjut, ternyata ia memiliki bentuk kristal yang berbeda dengan air biasa. Yang paling ajaib, ternyata kristal air zam-zam bisa memberikan respon pada ucapan kita. Jika kita mengucap sesuatu yang bagus, dia akan membentuk kristal yang indah. Hal sebaliknya terjadi jika kita mengucapkan sesuatu yang buruk.
Di Universitas Malaya, pernah dilakukan percobaan. Ketika dibacakan kalimat tasbih dan tahlil, bentuk molekul air zam-zam berubah menjadi laksana intan dan berlian, berkilap-kilap indah sekali. Namun, begitu padanya diucapkan kata-kata yang buruk, seketika molekul air itu berubah bagaikan sel darah merah. Sangat buruk.
Itulah air zam-zam yang merupakan berkah dari Allah Swt. Keistimewaan dan keberkatan itu disebutkan pada hadis Nabi saw., sebagaimana dituturkan Ibnu Abbas ra.: “Sebaik-baik air di muka bumi ialah air zam-zam. Air zam-zam merupakan makanan yang mengenyangkan dan penawar bagi penyakit.”
Diriwayatkan juga dalam Shahîh Muslim, Nabi saw. pernah bertanya kepada Abu Dzarr, yang telah tinggal selama 30 hari siang-malam di sekitar Ka’bah tanpa makan-minum, selain air zam-zam, “Siapa yang telah memberimu makan?”
“Saya tidak punya apa-apa kecuali air zam-zam ini. Namun, saya bisa gemuk dengan adanya gumpalan lemak di perutku,” Abu Dzarr menjelaskan.
“Saya juga tidak merasa lelah atau lemah karena lapar dan tak menjadi kurus,” tambah Abu Dzarr.
Lalu Nabi saw. menjelaskan: “Sesungguhnya zam-zam ini air yang sangat diberkahi; ia adalah makanan yang mengandung gizi.”
Nabi saw. Menambahkan, “Air zam-zam bermanfaat untuk apa saja yang diniatkan ketika meminumnya. Jika engkau minum dengan maksud agar sembuh dari penyakitmu maka Allah menyembuhkannya. Jika engkau minum dengan maksud supaya merasa kenyang maka Allah mengenyangkanmu. Jika engkau meminumnya agar hilang rasa hausmu maka Allah akan menghilangkan dahagamu itu. Ia adalah air tekanan tumit Jibril, minuman dari Allah untuk Ismail.” (HR Daruqutni, Ahmad, Ibnu Majah, dari Ibnu Abbas).
Air zam-zam seakan telah menjadi oleh-oleh yang wajib dibawa oleh jamaah haji ketika pulang ke Tanah Air. Setelah selesai tawaf memang disunnahkan untuk meminum air zam-zam. Dulu letaknya di belakang Makam Ibrahim. Para jamaah harus masuk ke dalam sumur untuk mendapatkan air itu. Kini sumur itu telah ditutup untuk memperluas area tawaf. Sebagai gantinya, telah disediakan puluhan kran yang dengan itu mudah bagi setiap jamaah mendapatkan air istimewa itu.
Ada doa khusus dituntunkan ketika meminum air zam-zam. Air ini dipercaya bisa menyembuhkan banyak penyakit. Karenanya, dalam doa meminum air zam-zam disebutkan permohonan kepada Allah akan kesembuhan atas setiap penyakit dan kesempitan.
Air zam-zam memang sungguh istimewa, bahkan boleh disebut air ajaib. Keajaibannya bukan isapan jempol belaka. Dari proses pembentukan atau genesanya saja hingga sekarang masih terus mengundang tanya. Seluruh teori hidrologi yang ada tidak mampu menjelaskan muasal air ini. Normalnya, air tanah itu berkumpul di lapisan yang disebut aquifer. Aquifer ini biasanya ada pada lapisan batuan yang disebut batuan endapan atau batuan sedimen, bukan di batuan beku (hasil pembekuan magma) atau batuan metamorf (alihan). Untuk diketahui, Kota Makkah, khususnya Masjidil Haram, berdiri di atas batuan beku, bukan batuan sedimen. Artinya, tidak mungkin di sana bakal dijumpai aquifer biasa yang memungkinkan didapat kandungan air tanah. Jadi, dari sini saja munculnya air zam-zam di tengah batuan beku sudah merupakan sebuah keanehan.
Jika dikatakan bahwa air zam-zam itu ada dalam aquifer yang berbentuk lenses (lensa) yang memang biasa dijumpai pada batuan beku, pertanyaannya, mengapa jumlahnya demikian besar? Biasanya aquifer yang bersifat lenses dalam wilayah yang dibentuk oleh batuan beku, dimensi dan volumenya kecil saja. Kalau dikatakan bahwa lensanya sangat besar sehingga volume airnya juga sangat besar, pertanyaannya lagi, mengapa air zam-zam tidak dijumpai di tempat lain; hanya di titik itu saja; di dekat Ka’bah. Jika benar aquifer lensanya sangat besar, mestinya di area di sekitar masjid, jika dibor, akan dijumpai juga air zam-zam. Ternyata tidak.
Kemudian soal sumber air. Biasanya air tanah merupakan hasil rembasan dari air permukaan. Untuk memungkinkan adanya air tanah diperlukan apa yang disebut catchment area (daerah tangkapan). Biasanya posisinya agak tinggi (perbukitan) yang membuat air permukaan kemudian masuk dan mengisi lapisan-lapisan batuan yang bisa menyimpan air. Dari teori ini saja, jelas bahwa air zam-zam pastilah bukan air tanah biasa karena tidak mungkin ia berasal dari rembasan air permukaan mengingat ia berada di daerah yang sepanjang waktu hampir tidak pernah ada hujan. Kalau begitu, ini air berasal dari mana?
Ada teori bahwa air zam-zam mungkin berasal dari air tanah purba atau air laut purba yang terjebak. Ini mungkin saja. Namun, sejauh pengamatan, tidak ditemukan sama sekali tanda-tanda geologis bahwa daerah itu dulunya adalah laut, yang salah satu tandanya adalah dijumpainya batuan gamping. Jika itu air tanah purba, dipertanyakan juga bagaimana itu bisa terjadi mengingat dari dulu hingga sekarang daerah Makkah adalah gurun yang tidak pernah dijumpai hujan. Jadi, air dari mana? Tidak terjawab juga.
Belum lagi kita berbicara soal jumlah atau volumenya. Dalam buku, Makkah al-Mukarramah Fadhâ’iluhâ wa Târîkhuhâ, (Makkah al-Mukarramah, Kelebihan dan Sejarahnya) yang ditulis oleh Abdul Basit bin Abdul Rahman disebutkan, bahwa sumur zam-zam sudah berumur hampir 5000 tahun, persisnya 4946 tahun, sejak Nabi Ibrahim hingga sekarang. Coba Anda hitung, berapa banyak air zam-zam sudah diambil sepanjang waktu itu? Andai rata-rata jumlah jamaah haji setiap tahunnya sekitar 2 juta orang dan masing-masing membawa pulang 5 liter (faktanya bahkan ada yang membawa 20 liter lebih) maka ada 10 juta liter yang diambil. Kemudian jika, katakanlah, jamaah haji rata-rata tinggal selama 25 hari di Tanah Suci dan setiap hari meminum 0,5 liter, maka totalnya sudah 35 juta liter diambil oleh jamaah tiap musim haji! Belum lagi air yang dikonsumsi oleh jamaah umrah yang hampir tidak pernah sepi sepanjang tahun. Namun, meski diambil terus-menerus dalam jumlah yang sangat besar, sejauh ini tidak sedikitpun terlihat ada tanda-tanda air zam-zam menyusut. Mengapa?
Dari penelitian didapat fakta yang sangat mengejutkan. Ternyata air yang keluar dari dasar sumur zam-zam yang luasnya sekitar 5×4 meter itu sama besarnya dengan air yang dipompa keluar. Inilah yang membuat permukaan sumur relatif stabil. Ini juga yang membuat air zam-zam, misalnya, lama tidak diambil, tidak pernah terdengar air itu membludak. Eloknya lagi, air itu memang benar-benar tidak pernah bisa terkontaminasi oleh air lain, termasuk air hujan. Menurut penduduk Makkah, pernah suatu ketika pelataran Kabah terendam air akibat hujan deras. Logikanya, ketika dulu sumur air zam-zam belum ditutup seperti sekarang ini, air hujan itu akan masuk ke dalam sumur dan mengotori air zam-zam. Namun, itu tidak terjadi. Mengapa? Ternyata tekanan air zam-zam itu sangat besar sehingga mampu mendorong genangan air hujan. Pernah dilakukan percobaan dengan pemompaan sebesar 8.000 liter/detik (bandingkan dengan debit sumber mataair terbesar di Indonesia yang ditemukan di daerah Klaten, Jawa Tengah, yang kira-kira hanya 200 liter/detik) terus-menerus selama 24 jam, air zam-zam, yang kedalaman sumurnya sekitar 30 meter dengan kedalaman air hanya 3.32 meter itu, surut hingga kedalaman 12,72 meter. Namun, hanya dalam waktu 11 menit, air zam-zam kembali lagi ke ketinggian 3,9 meter. Itu artinya, debit air zam-zam memang sangat besar, tetapi ia keluar hampir setara dengan air yang diambil. Hal inilah yang membuat air zam-zam tidak pernah kering, tetapi juga tidak lantas membludak.
Yang paling elok tentu saja adalah kualitasnya. Air zam-zam memiliki rasa yang khas dan mampu menyembuhkan berbagai penyakit. Meski sudah ribuan tahun, tidak pernah dilaporkan adanya penurunan kualitas; tidak pernah juga diberitakan ada yang sakit setelah meminumnya, padahal air zam-zam langsung diminum begitu saja, tidak pernah dimasak lebih dulu.
Dari penelitian, diperoleh fakta bahwa air zam-zam mengandung fluorida yang memiliki daya efektif membunuh kuman, yang membuat air zam-zam seolah seperti sudah mengandung obat. Perbedaan air zam-zam dibandingkan dengan air sumur lain di Kota Makkah dan kota lain adalah dalam hal kuantitas kalsium dan garam magnesiumnya. Kandungan kedua mineral itu sedikit lebih banyak pada air zamzam. Itu yang menyebabkan air zam-zam menyegarkan bagi jamaah yang kelelahan. Keistimewaan lain, komposisi dan rasa kandungan garamnya selalu stabil dan selalu sama sejak dulu hingga sekarang. “Rasanya” yang selalu terjaga itu diakui oleh semua jemaah haji dan umrah yang selalu datang tiap tahun. Tidak pernah ada komplain atau pengaduan. Satu kehebatan lagi, sumur air zam-zam tidak pernah ditumbuhi lumut, padahal di seluruh dunia sumur di manapun selalu ditumbuhi lumut dan tumbuhan mikroorganisme.
Keajaiban air zam-zam tidak berhenti sampai di situ. Setelah diselidiki lebih lanjut, ternyata ia memiliki bentuk kristal yang berbeda dengan air biasa. Yang paling ajaib, ternyata kristal air zam-zam bisa memberikan respon pada ucapan kita. Jika kita mengucap sesuatu yang bagus, dia akan membentuk kristal yang indah. Hal sebaliknya terjadi jika kita mengucapkan sesuatu yang buruk.
Di Universitas Malaya, pernah dilakukan percobaan. Ketika dibacakan kalimat tasbih dan tahlil, bentuk molekul air zam-zam berubah menjadi laksana intan dan berlian, berkilap-kilap indah sekali. Namun, begitu padanya diucapkan kata-kata yang buruk, seketika molekul air itu berubah bagaikan sel darah merah. Sangat buruk.
Itulah air zam-zam yang merupakan berkah dari Allah Swt. Keistimewaan dan keberkatan itu disebutkan pada hadis Nabi saw., sebagaimana dituturkan Ibnu Abbas ra.: “Sebaik-baik air di muka bumi ialah air zam-zam. Air zam-zam merupakan makanan yang mengenyangkan dan penawar bagi penyakit.”
Diriwayatkan juga dalam Shahîh Muslim, Nabi saw. pernah bertanya kepada Abu Dzarr, yang telah tinggal selama 30 hari siang-malam di sekitar Ka’bah tanpa makan-minum, selain air zam-zam, “Siapa yang telah memberimu makan?”
“Saya tidak punya apa-apa kecuali air zam-zam ini. Namun, saya bisa gemuk dengan adanya gumpalan lemak di perutku,” Abu Dzarr menjelaskan.
“Saya juga tidak merasa lelah atau lemah karena lapar dan tak menjadi kurus,” tambah Abu Dzarr.
Lalu Nabi saw. menjelaskan: “Sesungguhnya zam-zam ini air yang sangat diberkahi; ia adalah makanan yang mengandung gizi.”
Nabi saw. Menambahkan, “Air zam-zam bermanfaat untuk apa saja yang diniatkan ketika meminumnya. Jika engkau minum dengan maksud agar sembuh dari penyakitmu maka Allah menyembuhkannya. Jika engkau minum dengan maksud supaya merasa kenyang maka Allah mengenyangkanmu. Jika engkau meminumnya agar hilang rasa hausmu maka Allah akan menghilangkan dahagamu itu. Ia adalah air tekanan tumit Jibril, minuman dari Allah untuk Ismail.” (HR Daruqutni, Ahmad, Ibnu Majah, dari Ibnu Abbas).
No comments:
Post a Comment