Konon menurut cerita di jaman akhir dinasti Ming dan permulaan dinasti Qing, di Fuzhou, Tiongkok, hiduplah seorang anak laki-laki yang sangat berbakti pada orang tua. Kehidupan mereka amatlah miskin, terlebih setelah sang ayah meninggal dunia. Sang ibu dengan susah payah membesarkan sendiri anak tersebut hingga menjadi seorang pemuda yang gagah dan rajin. Setelah dewasa, si pemuda ini mengambil alih segala beban pekerjaan yang selama ini dipikul oleh ibunya.
Setiap subuh, pemuda ini sudah berangkat bekerja, mencari kayu bakar dan hasil hutan lainnya untuk dijual dikota. “Anakku, mendaki gunung harus hati-hati!”, pesan ibunya. Pemuda itupun mengangguk sambil memegang kapak dan keranjang, siap-siap berangkat, dia berkata, “Bu, makanan sudah tersedia di atas meja, bila ibu lapar, makanlah dulu, tidak perlu menungguku lagi”.
Karena dia giat bekerja, dalam beberapa tahun kemudian ekonomi keluarganya semakin membaik, pemuda ini pun dapat mempersunting seorang istri. Ibunya bahagia karena memperoleh menantu yang telaten melayani di hari tuanya.
Suatu hari ketika mereka sedang makan malam, sang menantu berkata, “Bu, cobalah makan daging ini, rasanya enak dan sangat bergizi!”. Sang ibu sambil mengeleng kepala berkata, “Menantu yang baik, ibu sudah tua, gigi ibu tidak kuat mengunyah daging ini, lebih baik ibu makan sayur saja”. Mereka pun melanjutkan makan malam. Dalam hati, pemuda ini berpikir, “daging yang kecil tipis pun tidak bisa digigit oleh ibu, saya harus mencari cara agar ibu bisa menikmati kelezatan daging ini”.
Malamnya, pemuda ini terus memikirkan bagaimana agar ibunya dapat menikmati lezatnya daging. Bersama istri, dia mencoba berbagai cara memasak, hingga akhirnya, “ah, ini seharusnya cara yang bagus!”, kata pemuda ini sambil mencincang daging tersebut hingga halus dan dibentuk bulat-bulat, dimasukkan ke dalam air untuk dimasak.
Keesokan harinya, sang istri menghidangkan makanan ini. Sang pemuda meminta ibunya mencoba, “Bu, coba rasakan bagaimana rasa bakwan ini?”. Ibunya mencicipi, “Hhm, daging ini empuk sekali, rasanya enak, Ibu bisa lebih mudah memakannya”. Pemuda ini dengan wajah berseri, berkata, “Ibu, kalau begitu, makanlah lebih banyak lagi yah!”
“Baik, baiklah anakku!”, ibu tua ini mengangguk kepala. Mereka terlihat sangat bahagia.
Perilaku berbakti pemuda ini kemudian menyebar luas. Menurut dialek Minlan, daging bulat tersebut dinamakan Gong Wan atau Bakwan.
Nah adik-adik, semua tentu mengenal bakwan, kan? Kini selain tahu nikmatnya bakwan juga tahu asal usulnya. Kita bisa menikmati lezatnya bakwan karena rasa bakti seorang anak. Semasa kita kecil, orang tua menjadi pohon pelindung kita. Sebaliknya setelah dewasa kita harus menjadi pelindung mereka. Nah, apakah adik-adik ingin mencoba membuat makanan istimewa untuk orang tua tersayang? Walau hanya makanan sederhana, orang tua kalian pasti akan bahagia melihat adik-adik yang berbakti. Selamat mencoba!
Thanks to: rumondor
Setiap subuh, pemuda ini sudah berangkat bekerja, mencari kayu bakar dan hasil hutan lainnya untuk dijual dikota. “Anakku, mendaki gunung harus hati-hati!”, pesan ibunya. Pemuda itupun mengangguk sambil memegang kapak dan keranjang, siap-siap berangkat, dia berkata, “Bu, makanan sudah tersedia di atas meja, bila ibu lapar, makanlah dulu, tidak perlu menungguku lagi”.
Karena dia giat bekerja, dalam beberapa tahun kemudian ekonomi keluarganya semakin membaik, pemuda ini pun dapat mempersunting seorang istri. Ibunya bahagia karena memperoleh menantu yang telaten melayani di hari tuanya.
Suatu hari ketika mereka sedang makan malam, sang menantu berkata, “Bu, cobalah makan daging ini, rasanya enak dan sangat bergizi!”. Sang ibu sambil mengeleng kepala berkata, “Menantu yang baik, ibu sudah tua, gigi ibu tidak kuat mengunyah daging ini, lebih baik ibu makan sayur saja”. Mereka pun melanjutkan makan malam. Dalam hati, pemuda ini berpikir, “daging yang kecil tipis pun tidak bisa digigit oleh ibu, saya harus mencari cara agar ibu bisa menikmati kelezatan daging ini”.
Malamnya, pemuda ini terus memikirkan bagaimana agar ibunya dapat menikmati lezatnya daging. Bersama istri, dia mencoba berbagai cara memasak, hingga akhirnya, “ah, ini seharusnya cara yang bagus!”, kata pemuda ini sambil mencincang daging tersebut hingga halus dan dibentuk bulat-bulat, dimasukkan ke dalam air untuk dimasak.
Keesokan harinya, sang istri menghidangkan makanan ini. Sang pemuda meminta ibunya mencoba, “Bu, coba rasakan bagaimana rasa bakwan ini?”. Ibunya mencicipi, “Hhm, daging ini empuk sekali, rasanya enak, Ibu bisa lebih mudah memakannya”. Pemuda ini dengan wajah berseri, berkata, “Ibu, kalau begitu, makanlah lebih banyak lagi yah!”
“Baik, baiklah anakku!”, ibu tua ini mengangguk kepala. Mereka terlihat sangat bahagia.
Perilaku berbakti pemuda ini kemudian menyebar luas. Menurut dialek Minlan, daging bulat tersebut dinamakan Gong Wan atau Bakwan.
Nah adik-adik, semua tentu mengenal bakwan, kan? Kini selain tahu nikmatnya bakwan juga tahu asal usulnya. Kita bisa menikmati lezatnya bakwan karena rasa bakti seorang anak. Semasa kita kecil, orang tua menjadi pohon pelindung kita. Sebaliknya setelah dewasa kita harus menjadi pelindung mereka. Nah, apakah adik-adik ingin mencoba membuat makanan istimewa untuk orang tua tersayang? Walau hanya makanan sederhana, orang tua kalian pasti akan bahagia melihat adik-adik yang berbakti. Selamat mencoba!
Thanks to: rumondor
No comments:
Post a Comment