Dia adalah seorang imam yang dijadikan panutan, seorang ahli ibadah, pemberi nasihat, namanya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Yahya bin Ali Al Qurasy Al Yamani Az-Zabidi, tinggal di kota Baghdad. Lahir pada tahun 460 H. Dia pengikut madzhab Hanafi dan salafi.
Ibnu Hubairah berkata, “Aku duduk bersama Az-Zabidi dari pagi sampai menjelang waktu Zhuhur sedang dia mengunyah sesuatu, sampai aku bertanya padanya.” Dia menjawab, ‘Ini adalah biji, aku mengunyahnya karena aku tidak menemukan sesuatu yang dapat kumakan’.”
Ibnu Al Jauzi berkata, “Az-Zabidi adalah seorang ulama yang selalu mengatakan kebenaran walaupun terasa pahit, tidak menjadikan Allah celaan sebagaimana orang yang suka mencela. Diceritakan bahwa suatu ketika Az-Zabidi menghadap menteri, dan dia mengenakan pakaian kementerian. Orang-orang yang ada di sekitarnya memberikan ucapan selamat kepadanya. Az-Zabidi berkata, ‘Hari ini adalah hari bela sungkawa dan bukan hari pemberian selamat.’ Mereka bertanya, ‘Mengapa demikian?’ Az-Zabidi menjawab, ‘Pantaskah aku diberi ucapan selamat karena aku mengenakan pakaian sutera?!’
Ibnu Al Jauzi berkata, “Seorang ulama fikih Abdurrahman bin Isa bercerita kepadaku, dia berkata, ‘Aku pernah mendengar Az-Zabidi berkata, ‘Pada suatu hari aku pergi ke Madinah sendirian, ketika hari sudah malam, aku beristirahat di salah satu bukit. Aku menaiki bukit tersebut sambil berdoa dengan menyeru, “Allahumma inni Allailata dhaifuka” (Ya Allah pada malam hari ini aku adalah tamu-Mu). Kemudian ada suara yang menyeruku: “Marhaban bi dhaifillah, Innaka ma’a thulu’i Asy-Syamsi tamurru biqaumin ‘ala bi’rin ya’kuluna khubzan wa tamaran, fa idza da’auka fa ajib” (Selamat datang tamu Allah, ketika matahari sudah terbit, kamu akan melewati sekelompok kaum yang sedang berkumpul di dekat sumur, mereka memakan roti dan kurma, apabila mereka mengajakmu, maka penuhilah ajakan mereka). Keesokan harinya aku melanjutkan perjalananku, kemudian tampak di hadapanku sebuah sumur, aku pun mendekatinya, di sana aku menemui sekelompok kaum yang sedang memakan roti dan kurma, mereka mengajakku, dan aku menuruti ajakan mereka.”
Diceritakan bahwa Az-Zabidi pergi ke daerah Salimiyah dan berkata, “Sesungguhnya orang-orang yang sudah meninggal dunia, mereka makan, minum dan menikah di dalam kuburan mereka. Dan sesungguhnya peminum khamar dan penzina tidak akan dicela karena telah menjalankan qadha’ dan qadar Allah SWT. Aku berkata, ‘Mereka berhujjah dengan kisah Nabi Adam AS dan Nabi Musa AS, dan berhujjah dengan perkaan Nabi Adam: Apakah engkau akan mencelaku? Kalau sekiranya penzina tidak boleh dicela, maka kami harus mendera dan mengasingkannya, dan kami harus mencela perbuatannya, menolak kesaksiannya, dan membencinya. Apabila mereka telah bertobat dan menjadi orang yang takwa, maka kami akan mencintai dan menghormatinya. Perdebatan di sini hanya sebatas kata-kata.”
Ibnu ‘Asakir berkata, “Orang tuanya bernama Ismail pernah berkata, ‘Ayahku di masa sakitnya, setiap hari dan malam selalu mengucapkan Allah, Allah, sekitar 15 ribu kali. Dia terus mengucapkannya hingga dia sembuh’.”
Ibnu Syafi’ berkata, “Az-Zabidi memiliki pengetahuan yang banyak tentang ilmu Bahasa Arab dan ilmu Ushul. Dia telah mengarang buku dari berbagai bidang ilmu sekitar seratus buku, dan sepanjang umurnya tidak sedikit pun waktu yang dia hilangkan sia-sia. Az-Zabidi wafat pada tahun 555 H. semoga Allah merahmatinya.”
repost by : ceritabos.blogspot.com
No comments:
Post a Comment