Usai sudah acara buka puasa bersama anak yatim beserta pemberian santunan. Keringat di badan masih menempel dan baunya belum hilang. Letih ini terakumulasi oleh letih dari pagi hari saat mengadakan acara bazar sembako murah buat warga dan santunan dhuafa. Beberapa hari lagi, ada agenda pembagian ta'jil di jalanan menanti. Alhamdulillah, masih memiliki motivasi untuk beramal, dan astaghfirullah atas kekurang sempurnaan amal.
Betapa berharganya masih memiliki semangat dalam beramal. Sementara di sebuah sudut dalam sejarah, ada cerita tentang orang munafiq yang hanya duduk-duduk sembari mengomentari amal para sahabat Rasulullah. Ada sahabat berinfak dengan terang-terangan, dicela oleh kaum munafiq sebagai orang yang riya'. Ada sahabat yang bersedekah sedikit, dicela pula oleh kaum munafiqin itu. Padahal sahabat itu sampai bekerja lembur agar bisa bersedekah.
Aku berlindung kepada Allah dari pekerjaan mengomentari amal kebaikan orang lain, tak ubahnya para munafiqin di zaman Rasulullah.
Alhamdulillah masih bisa beramal, apa pun wadahnya. Sekalipun wadah itu sebuah partai. Sementara di suatu tempat, ada saudara seiman yang mengejek wadah amal yang berupa partai dengan mengibaratkannya serupa perlombaan panjat pinang. Orang yang di bawah harus menanggung beban orang di atasnya yang berhasil meraih hadiah.
Saudaraku itu tak mengerti, wadah amal yang bernama partai politik, tempat aku beraktifitas, bukanlah sarana untuk meraih kesenangan dunia. Berletih-letihnya kami kader akar rumput dalam berbuat baik semata hanya karena Allah swt. Tak pernah kami iri dengan kedudukan tinggi duniawi yang didapat oleh sebagian orang yang sama-sama berjuang di dalam media partai. Karena bukan itu tujuan kami. Justru rasa senang yang kami dapat saat ada saudara yang kami percaya yang diberi amanah oleh Allah berupa kedudukan agar ia berbuat kebaikan.
Zuhud adalah kuncinya. Dengan sikap zuhud, kami bisa fokus pada amal dan tak peduli dengan apa yang didapat manusia. Karena zuhud bukan cuma hidup sederhana, tapi zuhud adalah tidak memandang agung pada kenikmatan dunia yang didapat orang lain. Kami percaya, seseorang yang nyinyir rajin mengkritik gaya hidup mewah, tidak serta merta orang itu berlaku zuhud. Lagipula berpenampilan lebih dari orang lain juga bukan berarti tidak berlaku zuhud. Karena zuhud ada pada hati yang kebas rasa atas bertambah atau berkurangnya kekayaan. Seseorang yang terlihat hidup berlebih belum tentu ia senang dengan kekayaannya.
Karena itu, zuhud lah yang membuat kami bisa bertahan beramal jama'i, dan jauh dari membayangkan amal jama'i ini seperti perlombaan panjat pinang yang mencari kesenangan duniawi semata.
Kami bersyukur bisa beramal. Sementara sebagian umat muslim masih berkutat pada perdebatan dan wacana. Hujjah dan logika mereka tak lahirkan amal. Tapi hanya kebekuan hati semata. Kalau ingin habiskan waktu dalam lumpur perdebatan, tersedia banyak bahan untuk dibicarakan. Dari soal jumlah rakaat hingga demokrasi. Silakan pilih, lalu biarkan waktu habis tak terasa.
Tapi kami memilih beramal. Memang, harusnya ilmu didahulukan daripada amal. Tapi menghindari perdebatan bukan berarti tak berilmu. Justru amal kami adalah implementasi ilmu. Cukup laksanakan apa yang diyakini, tak perlu dibenturkan dengan apa yang orang lain yakini.
Bersyukur masih bisa beramal. Karena setan menghampiri dari berbagai sisi agar kami enggan beramal. Setelah kami berhasil beramal, selanjutnya akan kami pertahankan keikhlasan di hati.
Jakarta, 14 Agustus 2011
Betapa berharganya masih memiliki semangat dalam beramal. Sementara di sebuah sudut dalam sejarah, ada cerita tentang orang munafiq yang hanya duduk-duduk sembari mengomentari amal para sahabat Rasulullah. Ada sahabat berinfak dengan terang-terangan, dicela oleh kaum munafiq sebagai orang yang riya'. Ada sahabat yang bersedekah sedikit, dicela pula oleh kaum munafiqin itu. Padahal sahabat itu sampai bekerja lembur agar bisa bersedekah.
Aku berlindung kepada Allah dari pekerjaan mengomentari amal kebaikan orang lain, tak ubahnya para munafiqin di zaman Rasulullah.
Alhamdulillah masih bisa beramal, apa pun wadahnya. Sekalipun wadah itu sebuah partai. Sementara di suatu tempat, ada saudara seiman yang mengejek wadah amal yang berupa partai dengan mengibaratkannya serupa perlombaan panjat pinang. Orang yang di bawah harus menanggung beban orang di atasnya yang berhasil meraih hadiah.
Saudaraku itu tak mengerti, wadah amal yang bernama partai politik, tempat aku beraktifitas, bukanlah sarana untuk meraih kesenangan dunia. Berletih-letihnya kami kader akar rumput dalam berbuat baik semata hanya karena Allah swt. Tak pernah kami iri dengan kedudukan tinggi duniawi yang didapat oleh sebagian orang yang sama-sama berjuang di dalam media partai. Karena bukan itu tujuan kami. Justru rasa senang yang kami dapat saat ada saudara yang kami percaya yang diberi amanah oleh Allah berupa kedudukan agar ia berbuat kebaikan.
Zuhud adalah kuncinya. Dengan sikap zuhud, kami bisa fokus pada amal dan tak peduli dengan apa yang didapat manusia. Karena zuhud bukan cuma hidup sederhana, tapi zuhud adalah tidak memandang agung pada kenikmatan dunia yang didapat orang lain. Kami percaya, seseorang yang nyinyir rajin mengkritik gaya hidup mewah, tidak serta merta orang itu berlaku zuhud. Lagipula berpenampilan lebih dari orang lain juga bukan berarti tidak berlaku zuhud. Karena zuhud ada pada hati yang kebas rasa atas bertambah atau berkurangnya kekayaan. Seseorang yang terlihat hidup berlebih belum tentu ia senang dengan kekayaannya.
Karena itu, zuhud lah yang membuat kami bisa bertahan beramal jama'i, dan jauh dari membayangkan amal jama'i ini seperti perlombaan panjat pinang yang mencari kesenangan duniawi semata.
Kami bersyukur bisa beramal. Sementara sebagian umat muslim masih berkutat pada perdebatan dan wacana. Hujjah dan logika mereka tak lahirkan amal. Tapi hanya kebekuan hati semata. Kalau ingin habiskan waktu dalam lumpur perdebatan, tersedia banyak bahan untuk dibicarakan. Dari soal jumlah rakaat hingga demokrasi. Silakan pilih, lalu biarkan waktu habis tak terasa.
Tapi kami memilih beramal. Memang, harusnya ilmu didahulukan daripada amal. Tapi menghindari perdebatan bukan berarti tak berilmu. Justru amal kami adalah implementasi ilmu. Cukup laksanakan apa yang diyakini, tak perlu dibenturkan dengan apa yang orang lain yakini.
Bersyukur masih bisa beramal. Karena setan menghampiri dari berbagai sisi agar kami enggan beramal. Setelah kami berhasil beramal, selanjutnya akan kami pertahankan keikhlasan di hati.
Jakarta, 14 Agustus 2011
Andaleh
repost by : ceritabos.blogspot.com
No comments:
Post a Comment