Dia adalah Al Afdhal Muhammad bin Abdul Karim bin Ahmad Asy-Syahrastani, Abu Al Fath syaikh ahli kalam dan hikmah, dan ulama yang memiliki banyak karya.
Dia adalah seorang ulama yang pandai dalam bidang ilmu Fikih, mengajarkan ilmu Ushul, dan menulis kitab Nihayat Al Iqdam dan kitab Al Milal wa An-Nihal. Dia dikenal ulama yang banyak menghafal, memiliki pemahaman yang kuat, dan cakap dalam menyampaikan nasihat. Dia dilahirkan pada tahun 467 H.
Disebutkan dalam kitab At-Tahbir bahwa berasal dari Syahrastanah, seorang imam dan ulama ushul, mempunyai pengetahuan tentang sastra dan ilmu sejarah. Disebutkan bahwa dia dituduh telah mulhid/kufur, dan cenderung kepada pemikiran kelompok syi’ah.
Ibnu Arsalan dalam kitab Tarikh Khuwarizm berkata, “As-Syahrastani seorang ulama yang cerdas dan mempunyai banyak pengetahuan. Kalau tidak karena kecondongannya kepada ilhad/kekufuran dan kerancuannya dalam hal keyakinan, dia akan menjadi seorang imam. Sering sekali kita dibuatnya heran dengan limpahan keutamaan yang dimilikinya, bagaimana dia sampai condong kepada sesuatu yang tidak ada dasarnya?! Kami berlindung kepada Allah SWT dari segala bentuk kelalaian. Itu semua dia lakukan tidak lain untuk memalingkannya dari ilmu syar’i, dengan menyibukkan dirinya pada kegelapan ilmu filsafat. Kami pernah berdialog dengannya, akan tetapi yang mengherankan adalah bagaimana dia sampai berlebihan dalam membela madazhab para ulama filsafat dan mendalami pemikiran mereka.”
Aku telah berkali-kali mengikuti ceramahnya. Dalam setiap ceramahnya, dia tidak pernah mengucap kata-kata “Qala Allah” (Allah SWT telah berfirman), dan juga kata-kata “Qala Rasulullah” (Rasulullah SAW bersabda). Pernah suatu ketika ada yang bertanya tentang hal itu seraya berkata, “Seluruh ulama dalam setiap ceramahnya selalu menyinggung masalah-masalah syari’ah, dan mereka menjawab masalah-masalah tersebut dengan merujuk kepada perkataan Abu Hanifah dan Syafi’i, sementara engkau tidak berbuat demikian.” Dia menjawab, “Perumpamaanku dan perumpamaan kalian, seperti Bani Israil yang telah diberikan kepadanya “Al Mann” dan “As-Salwa”, namun mereka meminta bawang putih dan bawang merah. Asy-Syahrastani wafat di kota Syahrastanah pada tahun 549 H.”source : cara-global.blogspot.com
repost by : ceritabos.blogspot.com
No comments:
Post a Comment