Suasana di rumah ternyata memengaruhi kemampuan berpikir anak, terutama peningkatan keterampilan berbahasa. Kalau bising, ribut, dan berisik, tentu saja anak akan terhambat dalam mengomunikasikan keinginannya.
Setiap orangtua pasti menginginkan anak-anak yang cerdas, pintar, dan memiliki kepribadian yang baik. Suasana rumah ternyata memegang peranan penting untuk mewujudkan semua hal tersebut. Sebuah penelitian terbaru oleh Ofsted menyebutkan, suasana rumah yang bising dan ribut dapat memengaruhi kemampuan otak anak untuk berpikir.
Hal itu karena anak menjadi tidak dapat berbicara dan mendengarkan dengan jelas. Suasana rumah berisik yang biasanya diakibatkan oleh suara televisi yang menyala terus-menerus atau anggota keluarga yang sedang mengobrol dan memanggil dengan berteriak, terbukti dapat menghambat kemampuan bahasa anak.
The Office for Standards in Education, Children’s Services and Skills (Ofsted) merupakan sebuah lembaga yang menyoroti pendidikan kepribadian, sosial, kesehatan, dan ekonomi di 165 sekolah di Inggris. Kebanyakan taman kanak-kanak (TK) yang dikunjungi Ofsted menemukan banyak siswa yang tidak siap belajar dan kurangnya kemampuan mendengarkan dan berbicara. Beberapa datang tanpa memiliki pengetahuan untuk pergi ke toilet dan membawa boneka.
Laporan hasil penelitian ini menyebutkan, sekolah yang menerima siswa dengan keterampilan mendengarkan yang lemah bukan hanya disebabkan kurangnya percakapan di rumah, tetapi sering juga karena kebisingan yang mereka dapatkan secara terus-menerus, seperti televisi yang selalu menyala, suara saudara kandung yang berteriak.
Studi ini juga mengungkapkan bahwa dalam beberapa kasus, kemampuan bahasa anak-anak tersebut hanya terbatas pada perkataan dasar seperti, “Apa yang aku inginkan?”. Banyak anak juga hanya bisa mengucapkan “Tidak jauh-jauh dari rumah dan paling dekat dengan pusat perbelanjaan”. Akibatnya, kelas di TK banyak difokuskan pada pembelajaran kemampuan berbicara, mendengarkan, menambah kosakata, dan menggunakan kalimat.
Para pendidik biasanya memperkenalkan struktur kalimat setiap harinya, untuk “mengimbangi kehidupan rumah yang kacau dan berisik yang banyak dialami anak-anak”. Laporan yang diberi judul “Reading by Six.How the best schools do it” ini meneliti proses pembelajaran di 12 sekolah dasar (SD) yang berada di Inggris.
Disebutkan, SD-SD terbaik di sana menggunakan “langkah demi langkah” pola pendekatan untuk mengajar anak untuk membaca, menulis, dan mengeja melalui metode phonics, yang mengajarkan hubungan antara suara dan huruf. Laporan ini menemukan bukti bahwa cara ini membantu setiap anak untuk membaca dengan baik, jika diajarkan secara ketat dan konsisten.
Di Inggris, secara nasional satu dari lima anak berusia 11 tahun yang lulus SD tanpa mencapai standar yang diharapkan untuk keterampilan membaca dan menulis. Namun, penelitian ini menyebutkan, SD yang baik harus memastikan bahwa semua siswanya belajar membaca dengan baik, terlepas dari latar belakang sosial dan ekonomi, etnis, bahasa yang digunakan di rumah, serta kebutuhan khusus seperti cacat fisik.
Laporan Ofsted menyatakan, penelitian ini menunjukkan usia kritis ketika anak-anak belajar untuk memiliki keterampilan membaca dan menulis yang baik adalah antara usia tiga dan tujuh tahun. Sekolah-sekolah terbaik di sana telah konsisten dalam memberikan kesempatan murid untuk berbicara, mendengarkan, dan menambah kosakata baru. Departemen Pendidikan Nasional di Inggris berencana memberlakukan tes membaca untuk anak usia enam tahun.
Kepala Ofsted Christine Gilbert mengatakan, meskipun dalam beberapa tahun terakhir beberapa sekolah memiliki inisiatif utama dari untuk meningkatkan standar dalam kemampuan membaca dan menulis siswanya, tingkat yang dicapai oleh banyak anakanak pada akhir musim gugur tahun ini masih kecil dari harapan.
“Sekitar 12 sekolah yang kita teliti bukan yang elit, di mana tantangannya adalah bagi semua sekolah lain agar sesuai dengan prestasi sekolah tersebut,”
Nansi Ellis, Kepala Kebijakan Pendidikan di Asosiasi Guru dan Dosen Inggris mengatakan, yang paling penting dalam tindak lanjut dari laporan ini adalah mendorong para pembuat kebijakan dan guru untuk fokus pada pengajaran kemampuan bahasa dan mengesampingkan pola pembelajaran yang lebih luas yang terlibat dalam kemampuan membaca, interaksi sosial, interpersonal, dan kemampuan fisik dasar yang sebenarnya sama-sama penting.
“Untuk meningkatkan kemampuan membaca anak bukan hanya sekadar mengajarkan bagaimana merasakan membuat suara dan huruf. Juga menikmati membaca dari buku, menanggapi imajinatif cerita, dan belajar bagaimana menggunakan informasi yang berbasis teks,”
“Apa yang kita lakukan sebelum seorang anak mulai masuk TK kami adalah mengunjungi rumah mereka dahulu. Tahun ini, kami mengunjungi 28 rumah dan saya menemukan hanya sedikit rumah yang televisinya tidak nyala. Para orangtua sudah tahu kami akan datang dan pada waktu itu sebagian besar anak-anak sedang terpaku di depan layar televisi,”
“Saya pikir apa yang terjadi selama ini karena memang lebih mudah untuk mengajak anak-anak untuk duduk di depan televisi. Itu bukan termasuk waktu yang berkualitas, makanya bacakanlah mereka cerita sebelum tidur. Saya bisa melihat ada beberapa anak, terutama dengan keluarga yang orang tuanya berpendidikan, mereka tidak memiliki masalah ini dan saya pikir itu karena orang tua lebih banyak melakukan percakapan dengan mereka,”
www.forum-buku.blogspot.com
No comments:
Post a Comment