Sejarah awal mula adanya Kebumen tidak dapat dipisahkan dengan sejarah Mataram Islam. Hal ini disebabkan adanya beberapa keterkaitan peristiwa yang ada dan dialami Mataram membawa pengaruh bagi terbentuknya Kebumen. Disamping itu memang daerah yang kemudian jadi Kebumen adalah masih di dalam lingkup Mataram.
Di dalam struktur kekuasaan yang memiliki kawasan daerah: Negara Agung, Kuta Negara, Manca Negara dan daerah Bang Wetan serta Bang Kulon. Lokasi Kebumen termasuk di daerah Manca Negara Bang Kulon. Semenjak belum ada nama Kebumen, daerah ini tepatnya di Karanglo, sudah terdapat penguasa Kademangan di bawah Mataram (Zaman Panembahan Senopati sekitar tahun 1584).
Cucu Panembahan Senopati yakni KI Maduseno (putra perkawinan Kanjeng Ratu Pembayun dengan Ki Ageng Mangir VI), disembunyikan dan dibesarkan di Karanglo. Pada tahun 1606 Ki Maduseno kawin dengan Dewi Majati, kemudian berputra KI Bagus Bodronolo. Ia adalah murid Sunan Geseng dari gunung Geyong. Dan pada waktu Sultan Agung dari Mataram mencari lumbung pangan untuk pasukannya menyerbu Batavia. Ki Bagus Bodronolo membantukan lokasi dan pengumpulan pangan dari rakyat desa dengan jalan membeli. Pada tahun 1627 prajurit Mataram berdatangan ke lumbung padi Ki Bodronolo yang kemudian daerah itu dinamai Panjer. Ki Buwarno utusan dari Mataram yang diminta mencari lumbung itu kemudian dijadikan Bupati Panjer yang bertugas sebagai pengadaan logistic bagi prajurit Mataram.
Ki Bagus Bodronolo yang sebetulnya cicit P anembahan Senopati ternyata dapat menampakkan kesatriannya. Kemudian ikut dikirim ke Batavia sebagai prajurit pengawal pangan. Oleh karena itu daerah Panjer (sekarang masuk Kebumen) sudah dikenal sejak zaman Sultan Agung berkuasa. Dalam penyerbuan ke Batavia (1628-1629) . Namun daerah itu belum diberi nama Kebumen, masih bernaman Panjer. Yang penting perlu dicatat bahwa daerah ini merupakan tonggak patriotic dalam melawan Belanda sejak jaman Sultan Agung.
- Mataram pada Zaman Sultan Agung Hanyokro Kusumo
Sultan Agung Hanyokro Kusumo mulai memerintah Mataram pada tahun 1613 sampai tahun 1645. Selama 32 tahun itu, menunjukkan bentuk sebagai kerajaan besar dan mencapai keemasannya. Sultan Agung Hanyokrokusumo Kalifatullah Sayidin Panatagama, telah berhasil meletakkan dasar falsafah ideology Negara dengan nama "sastra gending". Disamping ittu, telah diwujudkan Undang-Undang Negara (Paugeran Negeri, Struktur kerajaan dan wilayah yang sudah diatur) lengkap dan rapi serta angkatan perang yang cukup kuat.
Pada pemerintahan Sultan Agung memiliki lembaga tinggi Negara yang dinamai Dewan Parampara, tugas dan fungsinya sebagai penasehat Raja/Sultan. Anggota Dewan Parampara itu terdiri : Keluarga Raja yang berusia tua, Sesepuh dan para Ulama. Sultan Agung sebelum bertindak selalu mengadakan konsultasi dengan dewan Parampara. Dalam hal ini ada seorang tokoh Saudara Sultan Agung yang juga Ulama yang duduk pada dewan Parampara, yaitu bernama Kyai Bumidirja. Kyai Bumidirdka ini yang nantinya sebagai cikal bakal nama Kebumen.
Sultan Agung memerintah Mataram dengan Bijak, berusaha menegakkan Agung Binathara, wenang wasesa ing sanagari, namun juga berbudi bawa leksana, ambeg adil paramarta. Artinya menumbuhkan kewibawaan dengan Agung sebagai penguasa tertinggi, namun juga punya sifat sabar berbudi luhur dan adil kepada semua insane. Adanya keseimbangan yang harmonis antara kekuasaandan keadilan, serta bermusyawarah dalam nenetapkan sesuatu. Hal ini menjadikan Mataram menjadi tentram dan semakin besar serta rakyatnya makmur.
Menurut catatan perjalanan Rijklof Van Goens yang lima kali mengunjungi Mataram selama Sultan AGung disebutkan :
"Mataram dibawah Sultan Agung bagaikan sebuah imperium Jawa yang besar dengan rajanya yang berwibawa. Istana Kerajaan yang besar dijaga prajurit yang kuat, kereta sudah rama, rumah penduduk jumlahnya banyak dan teratur rapi, pasarnya hidup, penduduknya hidup makmur dan tentram. Kraton juga punya penjara, tempat orang-orang jahat pelanggar hukum dan tawanan untuk orang Belanda yang kalah peran di Jepara"
Pada Jaman sultan Agung inilah telah dikenal secara resmi adanya sebuah daerah lumbung pangan (padi) di Panjer, yang kemudian dijadikan Kabupaten Panjer di bawah kekuasaan Mataram. Sebagai Bupati yang pertama ialah Ki Suwarno (dulunya utusan Mataram yang mencaro daerah lumbung padi sebagai logistic pasukan Mataram).
- Mataram pada jaman Amangkurat I
Amangkurat I memerintah Mataram mulai tahun 1645 sampai dengan 1677. Dikenal dalam babad maupun sumber arsip daerah Belanda. Bahwa kekuasaan Amangkurat I sangat berbeda dengan Sultan Agung. Sunan Amangkurat I lebih mengutamakan kekuasaan dengan kekerasan dan tidak kenal musyawarah serta kompromi. Dewan Parampara penasehat raja di hapus, pengadilan agama dihapus. Ia berjalan menurut kehendak sendiri. Perbedaan lain dengan Sultan Agung adalah Amangkurat I lebih suka bersahabat dengan VOC (Belanda). Pada tahun 1646 menjalin persahabatan dengan VOC yang dulunya musuh besar Mataram.
Ketentraman dan keharmonisan kehidupan rakyat jaman pemerintahannya jadi uyar, muncul beberapa kritik dan nasehat kepada raja, yang datangnya dari keluarga raja sendiri, Laim Ulama dan masyarakat umumnya. Namun raja amangkurat I tidak mau menerima nasehat dan kritik, justru yang dijalankan adalah membunuh siapa saja yang menentang kebijaksabaab Sunan Amangkurat I.
Pada jaman amangkurat I banyak terjadi intrik-intrik, misalnya antara lain: Pembunuhan Panegran Alit (adiknya sendiri) yang tidak setuju adanya kompromi dengan Belanda. Membunuh 6000 Ulama dan keluarganya, karena para tokoh agama itu sering menasehati raja dan tidak setuju raja yang bersahabat dengan Belanda. Kasus rebutan perempuan (Roro Oyi), Sunan Amangkurat I berebut dengan putranya Adipati Anom, sehingga terjadi pembakaran ndalem Mangkubumen, dan masih banyak lagi.
Pamanda Sunan Amangkurat I yang bernama Kyai Pangeran Bumidirja yang juga disebut Panembahan Bumidirja, merasa berkewajiban memberi nasehat kepada keponakannya, apalagi ketika Sunan Amangkurat I akan membunuh Pangeran Pekik dengan Tumpes Kelor seluruh keluarganya. Rencana itu didengar Pangeran Bumidirja, yang kemudian mengajukan nasehat dan keberatan tindakan raja. Sunan Amangkurat I tidak bisa menerima nasehat itu, bahkan marah dan akan menjatuhi hukuman kishos untuk Kyai P. Bumidirja. Namun berita itu, telah didengar pula oleh Kyai Bumidirja. Kemudian ia bersama isitrinya keluar dari Kraton Mataram dan meloloskan diri kea rah barat. Nantinya Kyai Pangeran Bumidirja ini yang mendirikan daerah baru, kemudian daerah itu diberi nama Karang Kenbumian, jadilah nama daerah KEBUMEN.
Meskipun sunan AMangkurat I selalu berupa mencari Kyai Pangeran Bumidirja, namun utusnannya tidak pernah kembali, dean selalu ikut bergabung menasehati oleh karena itu tindakannya semakin kejam.
Kekejaman yang dilakukan oleh Sunan Amangkurat I ternyata mmembawa dampak adanya ketidak harmonisan kekuasaan raja dengan kehidupan rakyatnya. Damapak ini menggoyahkan konsep kekuasaan Jawa yang telah dibina oleh Sultan Agung. Oleh karena itulah timbul keberanian rakyat, kaum bangsawan dan ulama untuk menentang raja Sunan Amangkurat I.
Kyai Kajoran, seorang ulama yang juga masih keturunan Panembahan Senopati, mulai menghimpun kekuatan untuk menghancurkan Sunan Amangkurat I, Kyai Kajoran yang juga disebut Panembahan Bama dibantu oleh Pangeran Purbaya, Adipati Anon (Paman Sunan Amangkurat I) dan Trunojoyo (bangsawan dari Madura dan Menantu Kyai Kajoran),s erta dibantu oleh sebagian prajurit mataram yang membelot, mengadakan serangan ke Kraton Mataram. Dalam perang itu Sunan Amangkurat I menderita kekalahan. Kemudian melarikan diri kea rah barat, menuju Batavia untuk minta bantuan VOC (Belanda). Peristiwa itu terjadi pada tanggal 18 Sapar tahun 1600 Saka, sinengkalan Sirna ilang rasaning bhumi, bertepatan pada hari Sabtu legi, malam Ahad Pahing tanggal 2 Juni 1677.
Lingsir atau jatuhnya tahta Sunan Amangkurat I ini juga dapat dihubungkan dengan kisah Kebumen, yaitu Panjer pada tanggal 26 Juni 1677 rombongan SUnan Amangkurat I sampai di daerah Panjer. Dan singgah di rumah Ki Gede Panjer III. Kebetulan malam itu hujan lebat. SUnan Amangkurat I minta minum air degan (air kelapa muda). Namun KI Gede Panjer ( Ki Kertowongso keturunan Ki Bagus Bodoronolo I/ Ki Gede Panjer) tidak dapat memetik Kelapa Muda, maka yang diberikan air kelapa tua kering (kelapa aking). Dengan minum air kelapa itulah Sunan Amangkurat I merasa segar dan sembuh sakitnya serta pulih kekuatannya. Atas jasa memberi minum kelapa aking itulah maka Ki Gede Panjer III diberi gelar Tumenggung Kelapa Aking I (Tumenggung Kalapaking I) di angkat jadi Adipati Panjer Pertama dan dibri istri anak SUnan Amangkurat I nomor 18 yaitu Dewi MUlat (Klenting Abang).
Setelah istirahat di Panjer, Sunan Amangkurat I dan rombongan mengadakan perjalanan lagi ke Barat namun sesampainya di Tegal Arung Sunan AMangkurat I wafat, dan disebut juga sebagai Sunan Amangkurat Tegal Arum.
Beberpa versi tentang Kebumen yang berhubungan dengan Mataram sebanyak induknya.
Versi Pertama, asal mula lahirnya Kebumen dilacak dari Berdirinya Panjer. Menurut sejarahnya Panjer berasal dari tokoh yang bernama KI Bagus Bodronolo ( ia anaka KI Maduseno dengan Dewi Majati, Ki Maduseno Maduseno adalah anaka K Ratu Pembayun dengan KI Ageng Mangir VI) Ki Bodronolo murid Sunan Geseng, ia membantu mataram jadi prajurit pengawal pangan dan kemudian jadi Senopati untuk menyerbu Batavia, di zaman Sultan Agung. Ketika Panjer dijadikan Kabupaten dengan Bupatinya Ki Suwarno (dari Mataram) Ki Bodronolo diangkat jadi Ki Gede di Panjer Lembah (Panjer Roma) dengan gelar Ki Gede Panjer Roma I, sedangkan anaknya yaitu Ki Kertosuto bertugas sebagai Demang Panjer Gunung. Adiknya yang bernama Ki Hastisuto membantu Ayahnya di Panjer Roma. Pengangkatan Ki Bodronolo jadi Ki Gede Panjer Roma karena atas jasanya menangkal serangan Belanda yang akan mendarat di Pantai Petanahan. Ko Kertosuto diangkat jadi patihnya Bupati Suwarno dan dikawinkan iparnya, kemudian punya anak Ki Kertodipo. Ki Gede Panjer Roma menyerahkan jabatannya pada anaknya Ki Hastrosuto dan kemudian bergelar KI Gede Panjer Roma II. Tokoh ini yang kemudian berjasa memberi tanah kepada Kyai Pangeran Bumidirjo. Tanah itu letaknya di Utara kelokan sungan Luk Ulo dan kemudian dijadikan pondok/padepokan yang mat terkenal. Untuk menyamar namanya Kyai BUmidirjo memakai nama Kyai Bumi atau Ki Bumi. Maka tanah padepokan yang lluas dan besar itu dikenal orang sebagai Ke0Bumi-an (tempat Kyai Bumi) dari Kebumian kemudian dikenal sebut KEBUMEN.
Kedatangan Kyai Pangeran Bumidirjo memnyebabkan kekhawatiran dan prasangka pihak Mataram . Oleh karena itu Kyai P Bumidirjo pergi meninggalkan pedepokannya ke Desa Lundong, sedangkan Ki Panjer Roma II dan Tumenggung Wongsonegoro Panjer Gunung juga menghindar dari Kerajaan Mataram. AKhirnya yang tinggal hanya Ki Kertowongso, ia dipaksa untuk tetap taat kepada Mataram dan diserahi penguasa dua Panjer sebagai Ki Gede Panjer III.Ki Gede Panjer III inilah yang kemudian berjasa meberi kelapa aking kepada Sunan Amangkurat I sehingga diberi gelar Tumenggung Kalapaking I jabatan Adipati Panjer I pada Tahun 1477-1710. Dari versi yang pertama ini dapat disinpulkan bahwa lahirnya Kebumen berasal dari Panjer, yaitu mulai tahun 1617 tanggalnya sekitar 26 Juni 1677.
Versi yang kedua adalah dilacak dari berdirinya Kapaten Kebumen yang pertama kali berdiri secara resmi dibawah Bupati Tumenggung Arung Binang IV (19833-1681). Pelacakan sejarah Kebupaten Kebumen ini dimulai sejak Tumenggung Arng Binang I, yang masa mudanya bernama Jaka Sangkrib. Dari beberapa sumber dinyatakan bahwa Jaka Sangkrib itu mempunyai darah keturunan Mataram, yaitu : Kyai Bumidirja, mempunyai emapt orang anak, yang ragil bernama kyai bekel. Kyai bekel punya anak kyai ragil . Kyai Ragil punya anak bernama kyai Hanggayuda, punya dua orang putrid salah satunya dikawin oleh Pangeran Puger, dari perkawinan itu lahirlah Jaka Sangkrib. Namun Jaka Sangkrib ditipkan pada Demang Kutawinangun (pamannya). Dari silsilah ini jelas Jaka Sangkrib merupakan keturunan Bangsawan Mataram yang berasal dari Kyai Bumidirja dan juga ayahnya Pangeran Puger.
Setelah dewaa Jaka Sangrib mencari ayah aslinya ke Keraton Mataram dengan jalan panjang melalui liku-liku prihatin dan keaktian. Akhirnya dapat menjumpai ayahnya di Mataram. Dansetelah dapat membuktikan keturunan raja, maka ia diangkat sebagai Mantri Gladag, kemudian sampai dengan Bupati Nayaka dengan Gelar Hanggawangsa. Dalam tugasnya ia berhasil memadamkan pemberontakando Begelen dan sekitarnya. Jaka Sangkrib atau Hanggawangsa juga dipercaya memilihkan lolasi Kraton baru yaitu Surakarta (Solo).
Hanggawangsa diambil menantu patih Suakarta, dan kemudian diangkat ssebagai Tuenggung Arung Binang I, bertempat di Surakarta. Ia sampai keturunannya Arung BInang III bertempat di Surakarta. Sewdang Arung BInang IV sampai VIII secara resmi menjadi Bupati Kebumen.
Versi yang ketiga dilacak sejarahnya dari asal mula nama Kebumen atau munculnya nama Kebumen yang pertama kali. Bila dimulai dari nama Kebumen, maka sumber lahirnya yang paling kuat dan dapat didukung oleh seluruh sumber adalah adanya tokoh Kyai Pangeran Bumidirja.
Kyai Bumidirja adalah bangsawan Ulama dari Mataram adik Sultan Agung Hanyokro Kusumo. Ia dikenal sebagai penasehat raja yang bernai menyampaikan yang benar itu benar yang salah itu salah. Kyai Pangeran Bumidirja sering memperingatkan raja bila sudah melanggar batas-batas keadilan dan kebenaran. Ia berpegang pada prinsip: Pertama, mejaga kewibawaan dan keluhuran raja agar raja adil dan bijaksana. Disamping itu, Kedua, is sangat kasih saying dengan rakyat kecil.
Kayi Bumidirja memberanikan diri memperingatkan keponakannya yaitu Sunan Amangkurat I karena Sunan sudah melanggar paugeran keadilan dan bertindak keras dan kejam, pembunuhan meraja;e;a, bahkan kompromi dengan VIOC (Belanda) dan memusuhi bangsawan ulana dan rakyatnya. Peringkatan Kyai Pangeran Bumidirja membuat kemarahan Sunan Amangkurat I dan direncanakan akan dibunuh, karena menghalangi hukum Qishos terhadap Kyai Pekik dan keluarganya (mertuanya sendirei) Untuk menghadapi hal itu Kyai Pangeran Bumidirja lebih baik pergi meloloskan diri dari kungkungan Sunan Amangkurat I. Dalam perjalannya ia tidak memakai nama kebangsawanannya, namun memakai nama Kyai Bumi saja. Hal ini tertuang dalam Babad Arung Binang:
"Dhawuhipun Kyai Boemi, puto-puto wau boten pareng kasebat asmo sak jatosipun : Raden Mas utawi Raden. Prayogi kasebat Kyai Kemawon, prelunipun mboten ngenget-ngenget' Hal 9
Kyai Pangeran Bumidirja sampai di Panjer dan mendapat hadiah tanah disebelah ura sungai LUk Ulo, pada tahun 1670. Pada tahun itu juga dibangun padepokan/pondok yang kemudian dikenal dengan nama daerah Ki Bumi atau Ka-Bumi-an, menjadi Kebumen
Dari kisah pangeran Kyai Bumidirja ini dapat disimpulakan adanya pertama kali muncul/lahir nama Kebumen. Oleh karena itu, bila lahirnya Kebumen diambil dari segi nama, maka versi Kyai Bumidirja yang dapat dipakai dan mengingat latar belakang dan peristiwanya adalah atanggal; 26 Juni 1677.
Hari Jadi Kebumen
• Berdasarkan bukti-bukti sejarah
Sesuai dengan pencarian terhadap bukti-bukti sejarah seperti yang dipaparkan dimuka, dapat diketahui bahwa keberadaan daerah Kebumen telah diketahui sebelum masa Pemerintahan Sultan Agung Hanyokro Kusumo.
Hal ini dapat dibuktiukan dengan pendirian lumbung persedain pangan di Panjer ketika terjadi penyerbuan Mataram teerhadap terhadap VOC di Batavia. Yang berarti sebelum itu daerah Panjer sudah ada. Tetapi daerah ini menjadi dikenal dengan nama Kebumen setelah kedatangan Pangeran Bumidirja yang meloloskan diri dari Mataram. Kisah tentang hubungan Pangeran Bumidirja dengan Mataram dan Kiprah Kyai Pangeran Bumidirja didaerahnya sendiri memberikan petunjuk tentang asal mula penamaan Kebumen. Dari berbagai sumber dapat diketahui bahwa Kebumen berasal dari Kata Bumi. Nama sebutan bagi Kyai Pangeran Bumidirja mendapat awalan ke danakhiran an yang menyatakan tempat. Hal ini berarti Kebumen mula-mula adalah tempat Kyai Pangeran Bumidirja.
Demikian pula berkenaan dengan para tokoh pergerakan dalam sejarah Kebumen terdapat beberapa orang yang menonjol peranannya. Ki Kertawangsa misalnya, ia telah memberikan pertolongan dan sekaligus sebagai pendamping susuhunan AMngkurat sehingga mendapat gelar dan kedudukan sebagai Tumenggung Kalapaking, Adipati Panjer. Tetapi pada waktu itu daerahnya masih bernama panjer. Demikian pula bila diikuti kisah kepahlawanan dan kepatriotan Jaka Sangkrib/Tumenggung Arumbinang I, maka tokoh ini membawa nama harum bagi daerah Kebumen khususnya dan darah keturunan Mataram pada umumnya. Namun demikian dari dirinya sendiri ia menyatakan tetap menghormati leluhurnya yaitu Kyai Pangeran Bumidirja (Supra 60)
Dengan demikian kisah perjalanan hidup Pangeran Bumidirja dapat ditemukan dua gejala yang menarik dan menyatu. Dari dirinyalah kemudian dikenal sebutan Kebumen, yang berarti tempat tinggal Pangeran Kyai Bumi. Demikian pula dari tokoh ini terdapat pertalian yang erat antara daerah Kebumen dengan Kerjaan Mataram, baik dari segi pemerintahan maupun dari segi geneologi.
Ketetapan wilayah Kabupaten Kebumen
Dalam perjalanan sejarah Nasional, pada saat kekuasaan dipegang oleh Pemerintah Hindia Belanda telah terjadi pasang surut dalampengadaan dan pelaksanaan Belanja Negara. Keadaan itu semakin memuncak mencapai klimaksnya sekitar tahun 1930-1n. DSalah satu perwujudan dari adanya pengetatan belanja Negara itu adalah penyederhanaan atat pemerintahan dengan penggabungan daerah-daerah Kabupaten.
Demikian pula halnya dengan Kabupaten Karanganyat dan Kabupaten Kebumen telah mengalami penggabungan menjadi satu daerah Kabupaten yang disebut dengan Kabupaten Kebumen. Surat Keputusan tentang penggabungan kedua daerah ini tercatat dalam lembaran Negara Hindia Belanda tahun 1935 Nomor 629. Adapun isi pokok dari Surat Keputuan itu adalah tentang Pembaharuan Pemerintahan. Desentralisasi Kabupaten dan daerah Jawa Tengah. Selanjutnya disebutkan bahwa dengan terbitnya Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda tahun 1935 Nomor 629 ini maka Surat Keputusan terdahulu tanggal 12 Juli 1929 Nomor 253 artikel nomor 121 yang berisi penetapan daerah Kabupaten Kebumen dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Ketetapan terbaru ini telah mendapatkan persetujuan dari Majelis Hindia Belanda dan Perwakilan Rakyat (Volksraad).
Sebagai akibat dengan ditetapkannya penggabungan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Kebumen, maka luas wilayah Kabupaten Kebumen yang baru meliputi : Kutowinangun, AMbal, Karanganyar dan Kebumen. Demikian pula mengenai tata Pemerintahan terjadi peralihan ke dalam Pemerintahan Kabupaten Kebumen dengan memperhatikan hak yang sama. Para pegawai dan karyawan yang semula bertugas d Kabupaten Karanganyar dipindah tugaskan ke Kabupaten Kebumen, dengan memperoleh perlakuan yang sama, seperti disebut dalam artikel 5 ayat (3) Surat Keputusan ini. Sedangkan mengenai keanggotaan Dewan Kabupaten, selama masa transisi Anggota Dewan Kabupaten Karanganyar turut bersidang dalam Dewan Kabupaten Kebumen dengan mempunyai hak siding yang sama sampai terjadiny pemilihan periodic untuk anggota bumi putera Dewan Kabupaten Kebumen terjadi pada tahun 1933. Adapun komposisinya masih sama seperti disebut dalam artikel 2 ayat (1) dan ayat (2) ordonantuie 12 Juli 1929 Lembaran Negara nomor 246 artikel 121 Peraturan Negara Hindia Belanda yang berbunyi :
• Dewan Kabupaten terdiri dari Bupati sebagai Ketua dan 36 Anggota, yang diantaranya 5 warga Negara orang belanda, 27 warga negara bumi putera-bukan orang belanda dan 4 warga Negara luar bumi putera-bukan orang belnda.
• Dari 27 warga Negara bumi putera-bukan orang belanda yang dimaksudkan pada ayat (1) di atas, 19 orang ditunjuk melalui pemilihan.
Dengan demikian wilayah Kabupaten Kebumen yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal De Jonge Nomor 3 tertanggal 31 desember 1935 dan berlaku mulai tanggal 1 Januari 1936 sampai saat ini tidak berubah.
No. | Nama | Tahun | Nama Daerah |
---|---|---|---|
1 | Panembahan Bodronolo | 1642-1657 | Panjer |
2 | Hastrosuto | 1657-1677 | Panjer |
3 | Kalapaking I | 1677-1710 | Panjer |
4 | KRT.Kalapaking II | 1710-1751 | Panjer |
5 | KRT.Kalapaking III | 1751-1790 | Panjer |
6 | KRT.Kalapaking IV | 1790-1833 | Panjer |
7 | KRT. Arungbinang IV | 1833-1861 | Panjer |
8 | KRT. Arungbinang IV | 1861-1890 | Kebumen |
9 | KRT. Arungbinang IV | 1890-1908 | Kebumen |
10 | KRT. Arungbinang IV | 1908-1934 | Kebumen |
11 | KRT. Arungbinang IV | 1934-1942 | Kebumen |
12 | R. Prawotosoedibyo S. | 1942-1945 | Kebumen |
13 | KRT. Said Prawirosastro | 1945-1947 | Kebumen |
14 | RM. Soedjono | 1947-1948 | Kebumen |
15 | R.M. Istikno Sosrobusono | 1948-1951 | Kebumen |
16 | R.M. Slamet Projorahardjo | 1951-1956 | Kebumen |
17 | R. Projosudarto | 1956-1961 | Kebumen |
18 | R. Sudarmo Sumohardjo | 1961-1963 | Kebumen |
19 | R.M. Suharjo Notoprojo | 1963-1964 | Kebumen |
20 | DRS. R. Soetarjo Kolopaking | 1964-1966 | Kebumen |
21 | R. Suyitno | 1966-1968 | Kebumen |
22 | Mashud Mertosugondo | 1968-1974 | Kebumen |
23 | R. Soepeno Soerjodiprodjo | 1974-1979 | Kebumen |
24 | DRS. H. Dadiyono Yudoprayitno | 1979-1984 | Kebumen |
25 | Drs. Iswarto | 1984-1985 | Kebumen |
26 | H. M.C. Tohir | 1985-1990 | Kebumen |
27 | H.M. Amin Soedibyo | 1990-1995 | Kebumen |
28 | H.M. Amin Soedibyo | 1995-2000 | Kebumen |
29 | Dra. Rustriningsih, M.Si. | 2000-2005 | Kebumen |
30 | Dra. Rustriningsih, M.Si. | 2005-2008 | Kebumen |
31 | K. H. Nashiruddin Al Mansyur | 2008-2010 | Kebumen |
32 | H. Buyar Winarso, SE | 2010- | Kebumen |
No comments:
Post a Comment