Memang terkadang apa yang kita dapatkan tidak sesempurna dengan apa yang kita inginkan , tapi disadari ataupun tidak kita butuh dengan cinta yang telah ada tersebut .
Kita harus bisa menyadari bahwa mencintai seseorang bukan dengan mencari seseorang yang sempurna, tapi dengan belajar menerima kekurangan dan kelebihan orang tersebut secara sempurna.
Semakin banyak hal yang kita pahami tentang diri sendiri juga pasangan, maka kita akan semakin dapat menghargai dan menghormati berbagai kelebihan termasuk kekurangannya. Masing-masing dari anda pasti membawa kelebihan, kekuatan yang berbeda.
Jangan biarkan amarah dalam hubungan kita. Belajarlah untuk menyelesaikan masalah sebaik mungkin. Hidup terlalu berharga bila waktu anda hanya dibuang percuma dengan pertengkaran hanya karena keegoisan kita. Ketika anda marah kerena sesuatu dalam hubungan anda, ingatlah bahwa amarah bisa menjadi bahaya. Waspadalah, amarah yang dipendam dapat berbahaya. Seberapa terampil anda memahami dan menggunakan amarah, banyak kaitannya dengan seberapa berhasilnya anda dalam fase kehidupan anda lainnya.
Dengan saling memahami dan mendukung juga saling menerima kekurangan anda, juga pasangan anda maka anda akan saling melengkapi dan saling belajar untuk melewati tahun demi tahun dalam sebuah hubungan.
Ada sepasang suami istri yang sudah dua tahun menikah. Keduanya punya sifat yang saling berlawanan. Si suami seorang yang sabar dan mengalah, tapi sang istri seorang pemarah yang selalu memarahi suaminya, padahal si suami sangat mencintai istrinya. Si istri juga sebenarnya sangat mencintai suaminya.
Si suami senang membaca buku sastra dan membuat artikel di internet, walau tak ada seorang pun yang membacanya. Dia juga menyukai fotografi dan ketika mereka menikah, dia ikut menangani foto perkawinan mereka.
Suatu hari, seorang sahabat istrinya akan menikah dan meminta suaminya tersebut untuk menangani foto perkawinan mereka. Si istri mendesak suaminya untuk menolong sahabatnya.
“Sudah terima saja. Ini bukan proyek terima kasih. Mereka akan bayar,” kata si istri.
“Saya tak punya waktu untuk itu,” sahut si suami.
“Tak punya waktu? Jangan menulis artikel yang sia-sia itu dan kamu akan punya semua waktu yang kamu perlukan,” ujar si istri.
“Jangan berkata begitu. Suatu hari akan ada orang yang baca karya saya,” kata si suami.
“Saya tidak peduli. Kamu harus bantu teman saya.”
“Saya benar-benar tak bisa.”
“Untuk kali ini saja juga tak bisa?’
“Ya, saya tak bisa.”
Pembicaraan terhenti. Si istri akhirnya memberi peringatan terakhir, “Pikirkan dalam 3 hari ini dan katakan ya. Kalau tidak...”
Hari pertama, si istri tidak masak, tidak membersihkan kamar mandi, mematikan komputer, televisi. Ia hanya mengurusi ranjang karena dia juga tidur di sana. Si suami tidak peduli. Makanan bisa beli jadi.
Hari kedua, si istri menyita seluruh isi kantong dan tas kerja si suami. Tahu sendiri akibatnya jika kamu minta tolong di luar,” ancam si istri.
Kali ini, si suami kelabakan. Malam itu, si suami minta belas kasihan pada si istri dengan harapan situasi ini akan berakhir. Ternyata si istri tetap berkeras.
“Saya tak akan menyerah, apa pun yang dikatakannya, sampai dia setuju membantu teman saya,” katanya dalam hati.
Malam ketiga, si suami dan istri berbaring di ranjang, tapi masing-masing melihat ke arah lain.
“Rasanya kita harus bicara,” kata si suami. “Tak ada pembicaraan, jika kamu tak mau bantu temanku,” sahut si istri.
“Ini sangat penting.” Tapi sang istri tetap diam.
“Sebaiknya kita cerai saja,” kata si suami.
Si istri kaget, tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
“Saya punya perempuan lain,” kata si suami.
Si istri benar-benar marah dan ingin memukul suaminya, tapi dia berhasil mengendalikan diri dan menunggu kata-kata lainnya. Matanya terasa panas dan air mata mulai menggenang.
Si suami mengambil sebuah amplop berisi foto dari saku pakaian dalamnya, satu-satunya tempat yang tidak digeledah si istri.
“Dia perempuan yang baik,” katanya. Air mata mulai si istri mulai bercucuran. “Kepribadiannya juga baik,” sambungnya. Hati si istri terasa hancur berkeping-keping.
Suaminya menyimpan foto perempuan itu di dekat dadanya. “Dia bilang, dia akan sepenuhnya mendukung saya menekuni hobi saya dalam mengarang sesudah kami menikah.”
Si istri sangat cemburu karena dia juga mengatakan hal yang sama ketika mereka pacaran.
“Dia benar-benar mencintai saya.” Si istri merasa ingin melompat dari ranjang dan berteriak, “Bukankah saya juga begitu?”
“Jadi dia tak akan memaksa saya melakukan sesuatu yang tak ingin saya lakukan.” Si istri mulai berpikir, tapi hatinya tetap panas.
“Ingin lihat foto dia hasil jepretan saya?” Si suami lalu mengeluarkan foto itu dari amplop, mengulurkannya kepada istrinya. Si istri sangat marah dan menepis keras tangan suaminya, lalu menonjok lengannya.
Si suami tarik napas panjang. Si istri menangis. Si suami lalu memasukkan kembali foto itu ke dalam sakunya. Si istri menarik selimut dan menutupi seluruh badan dan kepalanya.
Si suami mematikan lampu dan tidur. Si istri tak bisa tidur. Ia menyesal memperlakukan suaminya seperti itu. Ia menangis dan memikirkan banyak hal. Ia ingin membangunkan suaminya dan bicara dengannya. Bahwa dia tak akan kasar dan memaksanya lagi. Ia lalu memandangi dada suaminya yang sedang tertidur. Dia ingin tahu seperti apa wajah perempuan tersebut.
Perlahan, dia mendekati suaminya dan dengan hati-hati menarik foto itu keluar. Ia ingin menangis dan ingin tertawa. Foto itu adalah foto dirinya yang diambil suaminya secara baik. Ia membungkuk dan mencium pipi suaminya.
Suaminya tertawa. Ternyata dia hanya pura-pura tidur. Si istri berjanji tak akan mengulangi perbuatannya dan berjanji akan memberikan dukungan penuh seperti yang diucapkannya sebelum menikah.
source : kisahmotivasihidup.blogspot.comKita harus bisa menyadari bahwa mencintai seseorang bukan dengan mencari seseorang yang sempurna, tapi dengan belajar menerima kekurangan dan kelebihan orang tersebut secara sempurna.
Semakin banyak hal yang kita pahami tentang diri sendiri juga pasangan, maka kita akan semakin dapat menghargai dan menghormati berbagai kelebihan termasuk kekurangannya. Masing-masing dari anda pasti membawa kelebihan, kekuatan yang berbeda.
Jangan biarkan amarah dalam hubungan kita. Belajarlah untuk menyelesaikan masalah sebaik mungkin. Hidup terlalu berharga bila waktu anda hanya dibuang percuma dengan pertengkaran hanya karena keegoisan kita. Ketika anda marah kerena sesuatu dalam hubungan anda, ingatlah bahwa amarah bisa menjadi bahaya. Waspadalah, amarah yang dipendam dapat berbahaya. Seberapa terampil anda memahami dan menggunakan amarah, banyak kaitannya dengan seberapa berhasilnya anda dalam fase kehidupan anda lainnya.
Dengan saling memahami dan mendukung juga saling menerima kekurangan anda, juga pasangan anda maka anda akan saling melengkapi dan saling belajar untuk melewati tahun demi tahun dalam sebuah hubungan.
Ada sepasang suami istri yang sudah dua tahun menikah. Keduanya punya sifat yang saling berlawanan. Si suami seorang yang sabar dan mengalah, tapi sang istri seorang pemarah yang selalu memarahi suaminya, padahal si suami sangat mencintai istrinya. Si istri juga sebenarnya sangat mencintai suaminya.
Si suami senang membaca buku sastra dan membuat artikel di internet, walau tak ada seorang pun yang membacanya. Dia juga menyukai fotografi dan ketika mereka menikah, dia ikut menangani foto perkawinan mereka.
Suatu hari, seorang sahabat istrinya akan menikah dan meminta suaminya tersebut untuk menangani foto perkawinan mereka. Si istri mendesak suaminya untuk menolong sahabatnya.
“Sudah terima saja. Ini bukan proyek terima kasih. Mereka akan bayar,” kata si istri.
“Saya tak punya waktu untuk itu,” sahut si suami.
“Tak punya waktu? Jangan menulis artikel yang sia-sia itu dan kamu akan punya semua waktu yang kamu perlukan,” ujar si istri.
“Jangan berkata begitu. Suatu hari akan ada orang yang baca karya saya,” kata si suami.
“Saya tidak peduli. Kamu harus bantu teman saya.”
“Saya benar-benar tak bisa.”
“Untuk kali ini saja juga tak bisa?’
“Ya, saya tak bisa.”
Pembicaraan terhenti. Si istri akhirnya memberi peringatan terakhir, “Pikirkan dalam 3 hari ini dan katakan ya. Kalau tidak...”
Hari pertama, si istri tidak masak, tidak membersihkan kamar mandi, mematikan komputer, televisi. Ia hanya mengurusi ranjang karena dia juga tidur di sana. Si suami tidak peduli. Makanan bisa beli jadi.
Hari kedua, si istri menyita seluruh isi kantong dan tas kerja si suami. Tahu sendiri akibatnya jika kamu minta tolong di luar,” ancam si istri.
Kali ini, si suami kelabakan. Malam itu, si suami minta belas kasihan pada si istri dengan harapan situasi ini akan berakhir. Ternyata si istri tetap berkeras.
“Saya tak akan menyerah, apa pun yang dikatakannya, sampai dia setuju membantu teman saya,” katanya dalam hati.
Malam ketiga, si suami dan istri berbaring di ranjang, tapi masing-masing melihat ke arah lain.
“Rasanya kita harus bicara,” kata si suami. “Tak ada pembicaraan, jika kamu tak mau bantu temanku,” sahut si istri.
“Ini sangat penting.” Tapi sang istri tetap diam.
“Sebaiknya kita cerai saja,” kata si suami.
Si istri kaget, tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
“Saya punya perempuan lain,” kata si suami.
Si istri benar-benar marah dan ingin memukul suaminya, tapi dia berhasil mengendalikan diri dan menunggu kata-kata lainnya. Matanya terasa panas dan air mata mulai menggenang.
Si suami mengambil sebuah amplop berisi foto dari saku pakaian dalamnya, satu-satunya tempat yang tidak digeledah si istri.
“Dia perempuan yang baik,” katanya. Air mata mulai si istri mulai bercucuran. “Kepribadiannya juga baik,” sambungnya. Hati si istri terasa hancur berkeping-keping.
Suaminya menyimpan foto perempuan itu di dekat dadanya. “Dia bilang, dia akan sepenuhnya mendukung saya menekuni hobi saya dalam mengarang sesudah kami menikah.”
Si istri sangat cemburu karena dia juga mengatakan hal yang sama ketika mereka pacaran.
“Dia benar-benar mencintai saya.” Si istri merasa ingin melompat dari ranjang dan berteriak, “Bukankah saya juga begitu?”
“Jadi dia tak akan memaksa saya melakukan sesuatu yang tak ingin saya lakukan.” Si istri mulai berpikir, tapi hatinya tetap panas.
“Ingin lihat foto dia hasil jepretan saya?” Si suami lalu mengeluarkan foto itu dari amplop, mengulurkannya kepada istrinya. Si istri sangat marah dan menepis keras tangan suaminya, lalu menonjok lengannya.
Si suami tarik napas panjang. Si istri menangis. Si suami lalu memasukkan kembali foto itu ke dalam sakunya. Si istri menarik selimut dan menutupi seluruh badan dan kepalanya.
Si suami mematikan lampu dan tidur. Si istri tak bisa tidur. Ia menyesal memperlakukan suaminya seperti itu. Ia menangis dan memikirkan banyak hal. Ia ingin membangunkan suaminya dan bicara dengannya. Bahwa dia tak akan kasar dan memaksanya lagi. Ia lalu memandangi dada suaminya yang sedang tertidur. Dia ingin tahu seperti apa wajah perempuan tersebut.
Perlahan, dia mendekati suaminya dan dengan hati-hati menarik foto itu keluar. Ia ingin menangis dan ingin tertawa. Foto itu adalah foto dirinya yang diambil suaminya secara baik. Ia membungkuk dan mencium pipi suaminya.
Suaminya tertawa. Ternyata dia hanya pura-pura tidur. Si istri berjanji tak akan mengulangi perbuatannya dan berjanji akan memberikan dukungan penuh seperti yang diucapkannya sebelum menikah.
repost by : ceritabos.blogspot.com
No comments:
Post a Comment