Silahkan Download Contoh Makalah Keluarga Sejahtera di bawah ini. GRATIS
Klik tombol show untuk melihatnya :
BAB I
PENDAHULUAN
Selama ini, keluarga dipandang sebagai kesatuan yang terkecil di dalam masyarakat yang berperan sebagai tempat bernaung dan penggantungan hidup anggota-anggotanya. Keluarga itu sendiri merupakan sekumpulan orang dalam satu kesatuan atau unit yang mengelompok dan hidup bersama untuk jangka waktu relatif lama dan berlangsung terus. Oleh karena itu, suatu keluarga biasanya diikat oleh perkawinan dan hubungan darah. Keluarga selalu menempati kedudukan yang primer dan fundamental. Ini berarti keluarga memiliki peranan yang besar dan vital dalam mempengaruhi kehidupan maupun kepribadian anggota-anggotanya terutama anak.
Kehidupan berkeluarga itu mengandung makna disamping untuk memenuhi dan menyalurkan hasrat biologis dan kebutuhan emosional, juga untuk memberikan kesempatan bersosialisasi para anggotanya, khususnya bagi anak-anak. Sehingga dalam konteks yang nyata, karena mereka saling berhubungan, berinteraksi sekaligus saling mempengaruhi, keluarga akan selalu dinamis dan peka terhadap lingkungannya. Karena itu pula, keluarga sebagai suatu kelompok sosial tidak dapat hidup menyendiri dalam situasi vakum, melainkan harus selalu berada di tengah atau setidak-tidaknya bertautan dengan suatu kehidupan sosial bersama budayanya.
Kehidupan berkeluarga itu mengandung makna disamping untuk memenuhi dan menyalurkan hasrat biologis dan kebutuhan emosional, juga untuk memberikan kesempatan bersosialisasi para anggotanya, khususnya bagi anak-anak. Sehingga dalam konteks yang nyata, karena mereka saling berhubungan, berinteraksi sekaligus saling mempengaruhi, keluarga akan selalu dinamis dan peka terhadap lingkungannya. Karena itu pula, keluarga sebagai suatu kelompok sosial tidak dapat hidup menyendiri dalam situasi vakum, melainkan harus selalu berada di tengah atau setidak-tidaknya bertautan dengan suatu kehidupan sosial bersama budayanya.
Seiring dengan kedudukannya sebagai suatu masyarakat yang hidup dalam konteks budaya tertentu, keluarga telah mengambil bagian dan tempat yang intensif. Karena itu secara langsung maupun tidak langsung, keluarga dapat dipastikan akan selalu menyerap pengaruh budaya dari kelompoknya. Sehingga dalam kondisi normal, kebudayaan sekitar seperti pola pikir, adat dan kebiasaan, selera, kesenangan dan ketidaksenangan, tujuan dan prioritas, pola perilaku, bahasa dan cara bicara akan tergambar dalam keluarga yang bersangkutan. Lebih dari itu, keluarga akan menjadi pencerminan seberapa tinggi tingkat budaya tertentu di suatu daerah.
Sebagai tempat bernaung dan penggantungan hidup, segenap anggotanya pasti mengharapkan adanya suasana aman, nyaman, tenang, tenteram dan dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya, baik lahirilah maupun batiniah. Keluarga sejahtera yang ditandai dengan tercukupinya kebutuhan lahir batin dan memiliki hubungan yang serasi antar anggota keluarga, dengan alasan-alasan tersebut, sudah barang tentu menajdi idaman dan dambaan bagi setiap orang, Karena hanya dengan kondisi yang demikian itu, mereka dapat mengembangkan potensinya secara optimal dan mengaktualisasikannya dalam bentuk prestasi dan hasil kerja. Termasuk diantaranya dalam upaya mengembangkan kehidupan pribadi masing-masing sehingga mampu mencapai tingkat kematangan tertentu secara emosional maupun intelektual.
Permasalahannya sekarang, upaya untuk mencapai keluarga sejahtera, bukanlah pekerjaan mudah. Banyak tantangan, permasalahan dan hambatan yang akan ditemui oleh setiap keluarga sebelum mencapai kondisi yang diinginkan. Seluruh anggota keluarga mungkin harus bekerja ekstra keras secara bahu membahu, terus menerus dan tanpa mengenal lelah. Harus ada pula rasa kebersamaan, rasa senasib sepenanggungan dan tanggung jawab diantara mereka untuk saling menguatkan upaya itu. Sehingga dalam kondisi tertentu, keluarga yang tidak tabah, sabar, kurang kuat semangat dan motivasinya, dirasa mustahil akan dapat mengatasi persoalan yang muncul selama proses pencapaian cita-cita tersebut. Terlebih jika tidak ada persiapan dan kekompakan di antara anggota-anggotanya untuk bersatu padu dalam menggapai keluarga sejahtera yang diidam-idamkan.
Terkait dengan hal itu, maka diperlukan upaya-upaya praktis beserta kiat-kitanya yang jitu untuk membangun keluarga yang sejahtera, tanpa harus takut mengalami kegagalan. Memang, kegagalan boleh dikata oleh banyak orang, sebagai awal dari keberhasilan. Namun perlu diingat, jika terlalu sering gagal, secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi gairah dan dorongan setiap anggota keluarga untuk berupaya menuju keberhasilan, apalagi bila kemudian muncul masalah-masalah baru dalam berkeluarga. Misalnya renggangnya hubungan antar anggota, berkurangnya rasa cinta kasih atau munculnya rasa ketidakpercayaan di antara anggota keluarga. Akibatnya mereka akan menjadi lemah semangat, tidak dapat berkonsentrasi, dan tidak lagi berdisiplin dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan beban yang menjadi tanggung jawabnya. Walaupun kita tidak menaifkan, tidak sedikit diantara mereka yang tetap bersemangat dan mau bekerja keras, meskipun telah berkali-kali mengalami kegagalan. Namun perlu disadari, ini merupakan perkecualian atau sesuatu yang ada diluar kebiasaan. Ini berarti, diakui atau tidak, faktor individu cukup berpengaruh dalam upaya mencapai tingkat kesuksesan tertentu dalam arti harfiah dan menggapai tingkat kesejahteraan tertentu dalam arti sebenarnya.
Sehubungan dengan itu, tulisan ini selanjutnya akan menguraikan pengertian keluarga, latar belakang pembentukan keluarga, kedudukan dan peran keluarga, fungsi keluarga serta perkembangannya dari masa ke masa.
Selanjutnya definisi dan karakteristik keluarga sejahtera, tahapan keluarga sejahtera, dan dasar pemikiran serta pandangan agama terhadap upaya-upaya pembangunan keluarga sejahtera. Selain itu juga beberapa kebijakan dan upaya pembangunan keluarga sejahtera yang dilaksanakan oleh pemerintah, serta berbagai kiat khusus untuk membangun keluarga sejahtera dalam rangka menuju keluarga yang sehat, maju dan mandiri. Dibagian akhir tulisan ini, juga dibahas tentang bagaimana peranan Tim Penggerak PKK (TP PKK) dalam membangun keluarga sejahtera.
BAB II
KELUARGA
A. Pengertian
Definisi keluarga dikemukakan oleh beberapa ahli :
a. Reisner (1980)
Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, adik, kakak, kakek dan nenek.
b. Logan’s (1979)
Keluarga adalah sebuah sistem sosial dan sebuah kumpulan beberapa komponen yang saling berinteraksi satu sama lain.
c. Gillis (1983)
Keluarga adalah sebagaimana sebuah kesatuan yang kompleks dengan atribut yang dimiliki tetapi terdiri dari beberapa komponen yang masing-masing mempunyai arti sebagaimana unit individu.
d. Duvall
Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota.
e. Bailon dan Maglaya
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, saling berinteraksi satu sama lainnya dalam perannya dan menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.
f.Johnson’s (1992)
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah yang sama atau tidak, yang terlibat dalam kehidupan yang terus menerus, yang tinggal dalam satu atap, yang mempunyai ikatan emosional dan mempunyai kewajiban antara satu orang dengan orang yang lainnya.
g. Lancester dan Stanhope (1992)
Dua atau lebih individu yang berasal dari kelompok keluarga yang sama atau yang berbeda dan saling menikutsertakan dalam kehidupan yang terus menerus, biasanya bertempat tinggal dalam satu rumah, mempunyai ikatan emosional dan adanya pembagian tugas antara satu dengan yang lainnya.
h. Jonasik and Green (1992)
Keluarga adalah sebuah sistem yang saling tergantung, yang mempunyai dua sifat (keanggotaan dalam keluarga dan berinteraksi dengan anggota yang lainnya).
i. Bentler et. Al (1989)
Keluarga adalah sebuah kelompok sosial yang unik yang mempunyai kebersamaan seperti pertalian darah/ikatan keluarga, emosional, memberikan perhatian/asuhan, tujuan orientasi kepentingan dan memberikan asuhan untuk berkembang.
j. National Center for Statistic (1990)
Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang berhubungan dengan kelahiran, perkawinan, atau adopsi dan tinggal bersama dalam satu rumah.
k. Spradley dan Allender (1996)
Satu atau lebih individu yang tinggal bersama, sehingga mempunyai ikatan emosional, dan mengembangkan dalam interelasi sosial, peran dan tugas.
l. BKKBN (1992)
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan anaknya.
BAB III
KELUARGA SEJAHTERA
A. Definisi
Sebenarnya ada berbagai definisi tentang keluarga sejahtera, baik yang dikemukakan oleh para ahli psikologi maupun sosiologi atau oleh lembaga-lembaga yang berkepentingan dalam meningkatkan kualitas keluarga.
Namun dalam konteks pembahasan buku ini, keluarga sejahtera didefinisikan sebagaimana tercantum dalam UU No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Dalam Bab I Pasal 1 Ayat (11) undang-undang tersebut, keluarga sejahtera didefinisikan sebagai keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spirituil dan materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.
Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa keluarga sejahtera harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
- Dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah
Artinya, keluarga yang sejahtera hanya dapat terwujud jika pasangan pria wanita yang membentuk keluarga itu merupakan pasangan suami isteri yang telah dianggap sah oleh agama maupun oleh pemerintah setempat.
- Mampu memenuhi kebutuhan materiil dan spirituil yang layak.
Artinya, keluaga sejahtera hanya dapat tercipta apabila kebutuhan dasar dan pengembagan setiap anggota keluarga dapat terpenuhi. Sehingga dalam pengertian yang lebih luas dapat dikatakan bahwa keluarga sejahtera adalah merupakan keluarga dimana anggota-anggotanya sudah tercukupi lahiriah (sandang, pangan, papan dan kesehatan) dan batiniahnya (rasa aman, tenteram, dan nyaman) serta tercukupi kebutuhan pengembangannya.
- Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Artinya, keluarga sejahtera haruslah merupakan keluarga yang anggota-anggotanya memiliki jiwa keimanan dan ketaqwaan yang tinggi. Rajin ibadah (menurut agamanya masing-masing) dan selalu memiliki jiwa yang pasrah terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta berperilaku sesuai dengan norma-norma dan kaidah agama.
- Memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota keluarga dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.
Artinya, keluarga yang sejahtera harus memiliki hubungan yang dinamis di antara ayah-ibu-anak, tanpa ada rasa tekanan dan paksaan dari masing-masing pihak. Lebih dari itu, keluarga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan serta turut berperan aktif dalam pengembangan perannya di masyarakat.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam konteks ini, keluarga sejahtera memiliki makna berkebalikan dengan keluarga kurang sejahtera atau miskin dalam arti luas. Karena miskin dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan yang dimiliki dan juga tidak mampu memanfatkan tenaga, mental maupun fisiknya untuk mmenuhi kebutuhan hidupnya. Miskin atau tidak sejahtera, bisa disebabkan oleh beberapa faktor :
1. Faktor internal
a. Kesakitan
b. Kebodohan
c. Ketidak trampilan
d. Ketertinggalan teknologi
e. Ketidakpunyaan modal
2. Faktor eksternal
a. Struktur sosial ekonomi yang menghambat peluang untuk berusaha dan meningkatkan pendapatan.
b. Nilai-nilai dan unsur-unsur budaya yang kurang mendukung upaya peningkatan kualitas keluarga.
c. Kurangnya akses keluarga untuk dapat memanfaatkan fasilitas pembangunan
b. Nilai-nilai dan unsur-unsur budaya yang kurang mendukung upaya peningkatan kualitas keluarga.
c. Kurangnya akses keluarga untuk dapat memanfaatkan fasilitas pembangunan
B. Karakteristik Keluarga Sejahtera
Secara konseptual, keluarga sejahtera selalu bercirikan kemandirian dan ketahanan keluarga yang tinggi. Kemandirian keluarga yang dimaksud adalah sikap mental dalam hal berupaya meningkatkan kepedulian masyarakat dalam pembangunan, mendewasakan usia perkawinan, membina dan meningkatkan ketahanan keluarga, mengatur kelahiran dan mengembangkan kualitas dan kesejahteraan keluarga, berdasarkan kesadaran dan tanggung jawab. Sedangkan yang dimaksud dengan ketahanan keluarga adalah kondisi dinamik suatu keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik-materiil dan psikis mental spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir maupun kebahagiaan batin (Bab I Pasal 1 ayat (14) dan (15) UU No. 10 Tahun 1992).
Secara operasional, keluarga sejahtera berkarakteristik keluarga yang dapat melaksanakan fungsi-fungsi keluarga. Fungsi-fungsi keluarga tersebut menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera Bab II Pasal 4 Ayat (2), terdiri dari 8 item. Kedelapan fungsi keluarga tersebut adalah fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi dan fungsi pembinaan lingkungan.
1. Fungsi Keagamaan
Dalam keluarga sejahtera, keluarga dan anggotanya mau dan mampu mengembangkan kehidupan keluarga sebagai wahana persemaian nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa, yang akan menjadikan dirinya sebagai insan-insan yang agamis, penuh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Fungsi Sosial Budaya
Terkait dengan fungsi ini, keluarga selalu memberikan kesempatan kepada keluarga dan seluruh anggotanya untuk mengembangkan kekayaan budaya bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan.
3. Fungsi Cinta Kasih
Dalam keluarga yang sejahtera, keluarga akan memberikan landasan yang kokoh terhadap hubungan anak dengan anak, orang tua dengan anaknya, serta hubungan kekerabatan antar generasi sehingga keluarga menjadi wadah utama berseminya kehidupan yang penuh cinta kasih lahir dan batin.
4. Fungsi Melindungi
Keluarga yang sejahtera akan ditandai oleh kemampuannya dalam menumbuhkan rasa aman dan kehangatan bagi seluruh anggota-anggotanya.
5. Fungsi Reproduksi
Keluarga sejahtera dapat melaksanakan mekanisme untuk melanjutkan keturuan sesuai dengan rencana dan dapat menunjang terciptanya kesejahteraan manusia di dunia yang penuh iman dan taqwa.
6. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan
Dalam hubungannya dengan fungsi ini, keluarga sejahtera memiliki karakteristi suami isteri dapat mendidik keturunan agar bisa melakukan penyesuaian dengan alam kehidupannya di masa depan.
7. Fungsi Ekonomi
Keluarga yang sejahtera akan selalu dapat mengembangkan kemampuan ekonominya. Sehingga semua anggota keluarga mampu mengembangkan kemampuan tersebut secara mandiri.
8. Fungsi Pembinan Lingkungan
Keluarga yang sejahtera akan terlihat mampu menciptakan lingkungan hidup baik fisik maupun non fisik yang sejuk, sehat dan penuh dengan kenyamanan. Secara fisik lingkungan hidup yang sejuk, sehat dan penuh kenyamanan ditandai dengan terjaganya kebersihan dalam dan luar rumah, terawatnya tanaman hias/bunga, dimanfaatkannya kebun untuk tanam-tanaman produktif, dan sebagainya. Secara non fisik, lingkungan hidup yang sejuk, sehat dan penuh kenyamanan adalah lingkungan di mana hubungan antar anggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungan terjalin dengan baik, tidak ada percekcokan/perselisihan, tidak ada rasa dendam, curiga atau syak wasangka. Yang ada justru rasa penghormatan, saling menghargai, tolong menolong dan saling mengasihi. Ini bukan sekedar dalam bentuk tutur kata dan sikap, tetapi juga dalam bentuk tindakan dan perilaku yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Dari uraian tersebut, berarti ada indikasi bahwa keluarga yang sejahtera tidaklah hanya bercirikan atas keberhasilannya dalam penguasaan awal atas salah satu atau beberapa fungsi keluarga, karena hal itu tidak akan langgeng. Dengan kata lain, pelaksanaan pada beberapa fungsi keluarga tidak akan sanggup untuk membentuk keluarga sejahtera, kalau fungsi-fungsi lainnya belum dapat dilaksanakan. Karena itu agar keluarga sejahtera dapat terwujud, keluarga yang bersangkutan mampu menjadi pelindung yang pertama dan utama bagi anggota-anggotanya. Artinya, setiap keluarga sebagai lembaga yang terkecil dalam masyarakat harus bisa mampu mendapat kepercayaan seluruh anggota-anggotanya, bahwa keluargalah lembaga yang pertama dan utama yang sanggup menjadi pelindung untuk segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan sosial budaya, sosial ekonomi dan sebagainya. Kemampuan tersebut harus nyata dalam bentuk dukungan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan berbagai aspek kehidupan keluarga dalam suasana masyarakat yang bergolak dinamis mengikuti perubahan dunia dewasa ini.
Karakteristik lain dalam keluarga sejahtera adalah keluarga dan seluruh anggotanya dapat menjadi pemrakarsa pembangunan, pelaksana, pengontrol, dan akhirnya dapat menikmati hasil-hasil pembangunan itu dengan penuh kebahagiaan. Keluarga juga mampu menjadi unit yang kokoh, kuat dan mempunyai keampuan untuk menangkal pengaruh budaya yang dapat merusak tata kehidupan dan menurunkan martabat manusia. Ini dapat tercipta karena di lingkungan keluarga itu sendiri telah berkembang cinta kasih yang penuh dengan falsafah persatuan dan kesatuan. Dengan cinta kasih ini segala sesuatunya dpat dilihat dengan kaca mata positif, sehingga semakin menggalang persatuan dan kesatuan antar anggota dan antar keluarga dengan keluarga lainnya, serta antar keluarga dengan masyarakat pada umumnya.
Disinilah peran keluarga sejahtera sebagai wahana pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas benar-benar teruji. Sehingga dalam konseptual yang logis, keluarga sejahtera dipastikan akan mampu menghasilkan manusia-manusia pembangunan yang handal. Tidak saja sehat, cerdas dan trampil, tetapi juga bertaqwa dan berbudi pekerti yang luhur, bertanggung jawab serta memiliki disiplin kerja yang tinggi.
C. Tahapan Keluarga Sejahtera
Sebenarnya tidaklah mudah untuk menentukan tingkat kesejahteraan sebuah keluarga. Karena diakui atau tidak, kesejahteraan maupun kebahagiaan sebuah keluarga sulit diukur hanya dengan satu atau dua parameter. Misalnya hanya dengan kepemilikan harta benda atau kemampuan sosial ekonomi saja. Juga dengan parameter jumlah anak atua tercukupinya kebutuhan pokok. Salah satu alasannya yang mendasar adalah bahwa kesejahteraan itu relatif. Tidak sama standarnya antar satu kelurga dengan keluarga lainnya. Sangat boleh jadi, keluarga yang secara ekonomis (menurut standar normal) termasuk kategori miskin, seluruh anggota keluarganya merasa sudah cukup sejahtera. Sementara padakeluarga lain yang secara ekonomi berlimpah, tidak jarang anggota-anggotanya merasa tidak sejahtera dan bahagia. Begitu juga dalam hal jumlah anak, sebuah keluarga sudah merasa cukup bahagia dengan dua anak, namun pada keluarga lainnya mungkin masih merasa kurang atau bahkan merasa berlebih. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan dan kebahagiaan sangatlah relatif, bersifat pribadi dan penilaiannya selalu berhubungan dengan faktor emosi.
Tanpa bermaksud mengurangi esensi kesejahteraan itu sendiri, pemerintah khususnya BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) yang bekerja dengan institusi terkait, khususnya ISI (Ikatan Sosiologi Indonesia) telah mengembangkan indikator keluarga sejahtera. Sebenarnya indikator yang rumit dan banyak telah dihasilkannya. Namun karena masyarakat belum pernah mengetahui indikator yang rumit, karenanya diputuskan untuk menyederhanakan indikator tersebut dan mengambil bagian-bagian yang bersifat mutable saja. Artinya, indikator-indikator itu adalah variabel-variabel yang dapat dipengaruhi dan apabila berhasil dapat merangsang “tuntutan perubahan perilaku” dari keluarga yang bersangkutan.
Dengan 21 indikator yang disederhanakan, BKKBN membagi tingkat kesejahteraan keluarga di Indonesia menjadi 5 tahap dari yang belum sejahtera sampai tahap kesejahteraan yang paling tinggi. Kelima tahapan keluarga sejahtera tersebut adalah sebagai berikut :
1. Keluarga Pra Sejahtera
Yaitu kalau keluarga itu belum dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya. Indikator yang dipergunakan adalah kalau keluarga tersebut tidak dapat atau belum dapat memenuhi syarat-syarat sebagai Keluarga Sejahtera I (KS I).
2. Keluarga Sejahtera I (KS I)
Yaitu kalau keluarga itu telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya dalam hal pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, KB, dan sekolah yang sangat mendasar.
Indikator yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
Indikator yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
a. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih
b. Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian.
c. Rumah yang ditempati keluarga mempunyai atap, lantai dan dinding yang baik.
c. Rumah yang ditempati keluarga mempunyai atap, lantai dan dinding yang baik.
d. Bila anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan.
e. Bila Pasangan Usia Subur (PUS) ingin ber-KB pergi ke sarana pelayanan kontrasepsi.
f. Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah.
3. Keluarga Sejahtera II (KS II)
Yaitu kalau keluarga itu selain dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya, dapat pula memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya. Indikator yang dipergunakan selain 6 indikator yang pertama, keluarga tersebut harus pula memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a.Pada umumnya anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannnya masing-masing.
b. Paling kurang sekali seminggu seluruh anggota keluarga makan daging/ikan/ telur.
c. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru dalam setahun.
d. Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni rumah.
e. Tiga bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat sehingga dapat melaksanakan tugas/fungsi masing-masing.
f. Ada seorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja untuk memperoleh penghasilan.
f. Ada seorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja untuk memperoleh penghasilan.
g. Seluruh anggota keluarga umur 10-60 tahun bisa baca tulisan latin.
h. Seluruh anak berusia 7-15 tahun bersekolah pada saat ini.
i. Pasangan Usia Subur dengan anak 2 atau lebih menggunakan alat/obat kontrasepsi.
4. Keluarga Sejahtera III (KS III)
Yaitu keluarga-keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum, kebutuhan sosial psikologisnya, dan sekaligus dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya, tetapi belum aktif dalam usaha kemasyarakatan dalam lingkungan desa atau wilayahnya. Kelurga tersebut harus memenuhi syarat-syarat di bawah ini (selain syarat di atas) :
p. Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama
q. Sebagian dari penghasilan keluarga ditabung dalam bentuk uang maupun barang.
r. Kebiasaan keluarga makan bersama paling kurang seminggu sekali dan dimanfaatkan untuk berkomunikasi.
s. Keluarga sering ikut dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggal.
s. Keluarga sering ikut dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggal.
t. Keluarga memperoleh informasi dari surat kabar/majalah/radio/TV.
5. Keluarga Sejahtera III Plus (KS III+)
Yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum, kebutuhan sosial psikologis, kebutuhan pengembangan, dan sekaligus secara teratur ikut menyumbang dalam kegiatan sosial dan aktif pula mengikuti gerakan semacam itu.
Apabila keluarga-keluarga itu memenuhi syarat-syarat (a) sampai (t) dan juga memenuhi syarat-syarat di bawah ini, maka keluarga itu dimasukkan dalam tingkatan KS III Plus.
u. Keluarga secara teratur dengan sukarela memberikan sumbangan materiil untuk kegiatan sosial.
v. Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus perkumpulan/ Yayasan/Institusi Masyarakat.
Khusus untuk keluarga Pra Sejahtera dan KS I terdiri dari 2 jenis kelompok keluarga. Keluarga pertama adalah keluarga-keluarga yang miskin dan sangat miskin yang disebabkan karena bodoh atau buta huruf, atau bertubi-tubi terkena musibah dan tidak bekerja, rentan dan cacat, janda miskin dengan banyak anak, serta sebab-sebab lain yang tidak memungkinkan bagi yang bersangkutan untuk bangkit dengan kekuatan sendiri. Mereka itu umumnya tidak mampu/mempunyai pendapatan yang cukup agar dapat hidup seperti layaknya manusia dan keluarga yang layak. Kelompok pertama ini disebut Keluarga Pra Sejahtera Alasan Ekonomi apabila tidak dapat memenuhi item (a) sampai (f) dengan alasan faktor ekonomi yang tidak memungkinkan, dan disebut KS I Alasan Ekonomi apabila tidak dapat melaksanakan item (g) sampai (o) dengan alasan yang sama.
v. Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus perkumpulan/ Yayasan/Institusi Masyarakat.
Khusus untuk keluarga Pra Sejahtera dan KS I terdiri dari 2 jenis kelompok keluarga. Keluarga pertama adalah keluarga-keluarga yang miskin dan sangat miskin yang disebabkan karena bodoh atau buta huruf, atau bertubi-tubi terkena musibah dan tidak bekerja, rentan dan cacat, janda miskin dengan banyak anak, serta sebab-sebab lain yang tidak memungkinkan bagi yang bersangkutan untuk bangkit dengan kekuatan sendiri. Mereka itu umumnya tidak mampu/mempunyai pendapatan yang cukup agar dapat hidup seperti layaknya manusia dan keluarga yang layak. Kelompok pertama ini disebut Keluarga Pra Sejahtera Alasan Ekonomi apabila tidak dapat memenuhi item (a) sampai (f) dengan alasan faktor ekonomi yang tidak memungkinkan, dan disebut KS I Alasan Ekonomi apabila tidak dapat melaksanakan item (g) sampai (o) dengan alasan yang sama.
Kelompok kedua, adalah keluarga-keluarga yang tidak peduli terhadap pembangunan yang sedang berjalan. Umumnya kelompok kedua ini tidak mengikuti gerakan KB, tidak menjadi anggota PKK, tidak mendengarkan anjuran melalui radio, TV maupun surat kabar tentang pembangunan. Artinya, secara materi sebenarnya mereka tidak miskin, tetapi karena miskin informasi serta kesadaran maka tidak terlihat adanya usaha-usaha dalam keluarga yang sejalan dengan arah pembangunan. Kelompok ini disebut Keluarga Pra Sejahtera Alasan Non Ekonomi apabila tidak dapat memenuhi item (a) sampai (f), dan disebut KS I Alasan Non Ekonomi apabila tidak dapat memenuhi item (g) sampai (o) karena alasan tidak tahu atau belum memiliki kesadaran untuk itu. Jadi bukan karena tidak mampu/miskin.
Perlu disadari bahwa pentahapan itu belumlah sempurna dan dapat dijadikan patokan pasti dalam menentukan tingkat kesejahteraan keluarga. Karena sebenarnya, sesuai dengan perkembangan zaman, ke-21 indikator tersebut belumlah cukup untuk mengukur tingkat kesejahteraan itu. Masih banyak indikator lain yang belum tercakup dalam menentukan kesejahteraan keluarga yang mestinya penting pula dimasukkan. Misalnya, masalah kenakalan anak dan remaja, tertularnya salah satu anggota keluarga oleh penyakti HIV/AIDS, adanya perselingkuhan baik yang dilakukan oleh suami atau istri atau bahkan oleh kedua-duanya, dan sebagainya. Namun untuk sementara, pentahapan keluarga sejahtera yang ada dengan 21 indikatornya itu cukup representatif untuk kondisi saat ini. Paling tidak, dapat dijadikan sebagai patokan sementara untuk kepentingan pendataan keluarga atau kepentingan pembangunan.
KESIMPULAN
Keluarga merupakan institusi terkecil dalam masyarakat yang berpengaruh besar terhadap keberhasilan pembangunan bangsa. Hal ini terkait erat dengan fungsi keluarga sebagai wahana pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu keluarga harus dibangun menjadi keluarga-keluarga yang sehat, sejahtera, maju dan mandiri yang dalam konteks ini saya terjemahkan secara singkat sebagai keluarga sejahtera.
Keluarga yang sejahtera, dengan demikian, tentu menjadi dambaan setiap orang untuk mencapainya. Bukan saja karena dengan mencapai tingkat kesejahteraan tertentu, seseorang akan dapat menikmati hidup secara wajar dan menyenangkan karena tercukupi kebutuhan materill dan spirituilnya, tetapi dengan kondisi keluarga yang sejahtera setiap individu didalamnya akan mendapat kesempatan untuk berkembang sesuai dengan potensi, bakat dan kemampuan yang dimiliki.
No comments:
Post a Comment