Dari masa ke masa, legenda Tiongkok diturunkan dari generasi ke generasi, dan seiring dengan itu kisah ini telah disesuaikan dalam kehidupan mereka, oleh karena itu banyak muncul peristiwa dan karakter baru. Sebenarnya setiap versi cerita mengajarkan prinsip yang sama, dari hal yang ingin disampaikan legenda tersebut.
Legenda Liu Yi mengantarkan pesan Putri Naga semakin popular sejak pertama kali diceritakan pada zaman Tiongkok kuno. Kisah ini berasal dari Dinasti Tang, periode Zhen Yuan (785-805 Masehi). Saya akan menuliskan kembali kisah ini, dengan mengambil kisah terbaik dari berbagai versi berbeda yang pernah saya dengar.
Tangisan dari Kejauhan
Pemuda Liu Yi berasal dari daerah sekitar Sungai Yangtze dan utara Danau Dongting, Provinsi Hubei, Tiongkok. Ia mengadakan perjalanan jauh ke Beijing, mengikuti ujian tahunan dari kerajaan untuk mengisi posisi dalam pemerintahan.Ujian ini merupakan persyaratan mutlak bagi pelajar yang ingin mengabdi kepada kaisar dan membantu mengatur negara.
Liu Yi melintasi Sungai Jinghe, yang mengalir jauh dari kaki Gunung Kongton bagian timur Provinsi Gansu. Saat menyusuri tepian sungai di musim dingin, Liu merasa angin dingin utara terus mendorongnya berjalan. Dia merasa seperti pengembara kesepian di padang yang sunyi. Berjalan seorang diri dengan ditemani angin dingin utara, membuatnya hampir tak percaya jika ada manusia yang tinggal di padang salju yang terpencil ini. Namun demikian, dari kejauhan dia mendengar tangisan pilu seseorang. Liu memutuskan untuk mencari asal suara itu.
Ketika menemukannya, Liu melihat seorang perempuan muda, menggigil kedinginan di tengah sekawanan domba. Tangannya memegang sebuah cambuk, sebagai pertahanan dirinya, dengan wajah yang berurai air mata, dia terus menangis dengan menyayat hati. Kesedihan Perempuan Gembala
Liu Yi merasa kasihan, ia mencoba mendekat dan bertanya, “Anda berdiri di tengah padang es dan salju tanpa sehelai rumput pun untuk makanan domba.” Dia tidak menanggapinya, malah menangis tersedu-sedu. Sehingga membuat Liu Yi memberanikan diri untuk bertanya lagi, “Coba katakan pada saya apa yang membuat Anda bersedih? Bisakah saya membantunya?”
Membutuhkan waktu cukup lama bagi Liu Yi untuk membujuk perempuan itu mengatakan sumber kesedihannya. Perempuan itu akhirnya mengaku, bahwa sebenarnya dia adalah putri ketiga Raja Naga Danau Dong Ting. Ayahnya telah menikahkannya dengan putra bungsu dari sepuluh bersaudara Raja Naga Sungai Jinghe.
Dia melanjutkan kisahnya, tentang hal yang tidak diketahui sang ayah saat menikahkannya dengan putra Raja Jinghe. Dia berkata dengan sorot mata ketakutan, bahwa sebenarnya naga-naga Jinghe kejam, bengis, tidak berperasaan dan keras kepala. Suaminya memiliki semua sifat ini dan memperlakukannya dengan sangat buruk.
Selain itu, suaminya sangat egois dan mengabaikan tugas seorang pangeran kepada penduduk sekitar. Penduduk sangat membutuhkan air untuk memelihara ladang agar dapat menghasilkan panen yang bagus. Namun suaminya menolak menurunkan hujan dan tidak mau peduli dengan kekeringan dan bencana yang melanda penduduk lokal.
Putri ini sejak kecil dididik untuk selalu memperlakukan orang dengan baik. Sehingga dia berusaha keras membuat suaminya berubah dan melakukan hal yang benar, menurunkan hujan dan juga membuat cuaca bagus bagi penduduk. Dia meminta suaminya untuk membuat hidup penduduk dalam kedamaian dan kebahagiaan.
Namun sang suami justru menolak mendengar nasehatnya dan sangat murka. Kedua mertuanya juga membela sang pangeran dan tidak suka dengan nasihat belas kasihnya. Mereka merampas alat ajaib yang dapat membuatnya berkomunikasi dengan keluarganya, lalu mengusirnya dari istana. Mereka lantas menjadikan dirinya sebagai perempuan penggembala domba.
Sesungguhnya kawanan domba itu bukanlah domba biasa. Mereka adalah alat ajaib dan prajurit yang digunakan untuk menurunkan hujan, petir dan guntur. Namun ketika merawat kawanan domba ini, dia dianiaya secara mental dan fisik. Untuk membuatnya semakin sengsara, mereka tidak membiarkan keluarganya mengetahui kondisi Putri.
Membawa Pesan
Mendengar ini, Liu Yi tak bisa membantu banyak, namun ia merasa marah karena seseorang telah diperlakukan tidak adil karena ingin melakukan hal yang baik dan benar. Liu Yi bertanya, “Bagaimana saya dapat membantu Anda terlepas dari penderitaan ini?”
Puteri itu menjawab dengan perasaan haru, “Anda seorang yang jujur. Saya akan merasa berhutang budi dan berterima kasih pada Anda jika dapat membantu saya. Anda menjadi penyelamat saya.”
Dia meneruskan perkataannya setelah menatap Liu Yi beberapa saat, “Tolong antarkan surat kepada orang tua saya. Akan tetapi arah jalannya berbeda dan akan menunda perjalanan Anda ke Beijing, sehingga Anda tidak bisa mengikuti ujian. Bila Anda ke Beijing dulu, Anda tidak akan mempunyai waktu cukup untuk mengantarkan surat ini, dan saya merasa tak nyaman jika menunda perjalanan Anda.”
Tidak ada keraguan dalam benak Liu untuk menolong putri yang malang itu. Dia berkata, “Bagaimana bisa seorang pria sejati mengabaikan penderitaan orang lain untuk kepentingannya sendiri? Saya bersedia menunda ujian itu di lain waktu.” Kemudian Putri itu menyobek pakaiannya, dan melukai tangannya, serta menulis surat dengan darah dari jemarinya.
Surat itu tertulis, “Ayah, putri ketigamu hidup dalam penderitaan, diremehkan dan diperlakukan buruk. Dia bisa meninggal kapan pun karena lingkungan tempat tinggalnya. Mohon datang dan selamatkan putrimu sesegera mungkin.” (Angela Wang)
Bersambung ke bag. 2source : kisahmotivasihidup.blogspot.com
repost by : ceritabos.blogspot.com
No comments:
Post a Comment