Monday, November 8, 2010

Mengulik Klasik

Usia bukan menjadi ukuran sukses atau tidaknya sebuah rumah mode. Namun, bagi label mode yang telah berusia lebih dari satu abad ini, tradisi dan gaya klasik menjadi daya jual dan kekuatan dalam mendesain.

Nama Lanvin, Louis Vuitton, Burberry, dan Chanel telah beredar di ranah mode sejak awal abad ke-20 dan terus bertahan hingga abad berganti serta menjadi saksi berputarnya mode dari tahun ke tahun. Sejumlah label mode itu pun ikut berevolusi bersama waktu. Dengan tetap berpegang teguh pada akarnya, Lanvin, Louis Vuitton, Burberry, dan Chanel mendefinisikan apa yang disebut dengan modernitas klasik.


Jeanne Lanvin memulai bisnis modenya pada tahun 1909. Bermula dari ide mendandani putrinya, Jeanne justru melaju di jalur couture dengan kecepatan tinggi. Butik kecilnya di Faubourg Saint- Honore, Paris, menjadi salah satu favorit fashionista pada masa itu, terutama setelah Jeanne mengeluarkan koleksi parfum Lanvin pada 1924. Sementara, gaya feminin busana rancangan Jeanne dengan detail trim, embroideri, dan manik-manik langsung menjadi signature style Lanvin yang tetap dipertahankan bahkan hingga hari ini.

Seperti halnya rumah mode lain yang berupa bisnis keluarga, Jeanne mewariskan bisnisnya kepada putrinya, Marie- Blanche de Polignac, yang kemudian mewariskan Lanvin kepada sepupunya, Yves Lanvin. Rumah mode Lanvin tidak lagi menjadi bisnis keluarga setelah diakuisisi oleh bank asal Inggris, Midland, pada 1989. Rumah mode ini mengalami naik dan turun, namun tetap bertahan kendati terus berganti desainer.
Sejak didirikan pada 1909, Lanvin telah memiliki 16 desainer, dan yang terakhir, Alber Elbaz, untuk lini busana wanita, serta Lucas Ossendrijver sukses mempertahankan orisinalitas Lanvin yang dikemas dalam nuansa kontemporer.

Tidak jauh berbeda dari Lanvin, sejarah Louis Vuitton bermula sejak tahun 1854 dengan tas bepergian bagi istri Napoleon III sebagai rancangan awal yang membawa kesuksesannya.
Louis Vuitton memang mengawali sejarah panjangnya di dunia mode sebagai label produk kulit, terutama koper dan tas berdesain klasik dengan print monogram yang menjadi signature. Namun, pada 1997 saat Marc Jacobs menjadi direktur kreatif, Louis Vuitton pun memperkenalkan lini pret-a-porter yang menjadikan konsumennya sangat bahagia.

Marc Jacobs memiliki peran yang sangat besar bagi Louis Vuitton.
Bukan hanya dari sisi desain yang mampu mengkombinasikan sisi klasik dan kontemporer dalam satu rancangan, juga dalam memberikan ide-ide inovatif yang membuat Louis Vuitton tetap muda di hati penintanya, kendati usianya yang telah menginjak angka 156 tahun.

Coco Chanel dan Jeanne Lanvin adalah dua wanita yang hidup dalam timeline yang sama.
Ketika Jeanne mendirikan rumah modenya pada 1909, Coco membuka toko pertamanya di apartemen milik kekasihnya, Etienne Balsan, di Paris. Coco juga merilis parfum yang melambungkan namanya, Chanel No.5, pada 1920-an. Namun, bila Jeanne punya gaya rancangan bernapas feminin, Coco justru sebaliknya. Koleksi besutannya yang bernapas minimalis nyaris maskulin dan menjadi kekuatan desain Chanel yang terus dipertahankan Karl Lagerfeld hingga kini.

Saat bergabung bersama Chanel pada 1983, Karl merombak segalanya. ”Budaya berubah, konsumen berubah dan fashion pun ikut berubah,” kata desainer yang menjadikan sarung tangan separuh sebagai ”seragam”-nya ini. Mata Karl yang jeli dengan cepat menangkap perubahan pasar. Couture bukan lagi sesuatu yang dipuja fashionista, melainkan hanya simbol kekayaan desain. ”Fashion datang dari berbagai penjuru, inspirasinya bisa dari mana saja, mulai jalanan hingga teknologi,” paparnya.

Konsep yang dibawa Karl untuk Chanel ternyata berbuah manis. Gaya klasik ala Chanel diberi sentuhan ”nakal” olehnya, Karl pun tak segan mengembuskan napas seksi dari potongan ekstrapendek untuk rok sampai jaket tweed yang dibuat pas badan, nyaris ketat. Logo C ganda Chanel pun dimainkan dengan gaya baru, menjadi focus of attraction di satu koleksi, detail manis di koleksi lain, atau justru tampil agresif dengan palet dan material unik. Di tangan Karl, bukan hanya desain Chanel yang ”hidup” kembali, melainkan juga pertunjukan pertunjukannya. Fashion show sensasional selalu menjadi gaya Karl untuk Chanel, yang pada akhirnya menjadi identitas baru bagi rumah mode yang dulu hampir mati ini.

Sementara, Burberry, label ikonik Inggris,memulai bisnisnya pada tahun 1856 ketika Thomas Burberry mendirikan toko pertamanya di Hampshire.

Satu hal yang dapat dimengerti dari Burberry adalah bahwa Burberry memiliki tradisi dan sejarah yang begitu kaya dan itu adalah amunisi yang saya pergunakan dan saya eksplorasi lebih jauh. Saya ingin memberikan pengertian baru bahwa British fashion tidak hanya klasik, tapi bisa bergaya hippie, etnik, bahkan muda.
www.forum-buku.blogspot.com

No comments:

Post a Comment