Monday, August 8, 2011

Mukhoyam

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjoEJuuueY5FPdRnL6pM2vd_E5SpToWiVeRGIAnVXAPx-L-uvYJxnt9iwyD07YeSoW4r_R5QXL2MGQV3Oj-N9fIcUKyxzDxJTpj1am_T1nmCHtRzS7uOfRLQFfqEV2rbgokWiCdJG2ziw/s1600/3.jpg
Guyuran hujan yang bersemayam di bebenang baju, mengantar dingin di basah sepatu dan kaus kaki sungguh menjadi rayuan hebat untuk mundur melangkah pulang, menemui kasur empuk yang hangat. Gubuk gubuk sederhana dengan suluh sebagai penerang dan penghangat, tak dapat digantikan dengan bivak dari ponco..

Lalu nasi gigih, semasaknya, dan lauk pauk alakadarnya.

Tak berselang beberapa menit kemudian bersiap menyambut didepan sana, rangkaian seri, push up, sit up, bending, dan lain lainnya, hitungan sepuluh pertama mungkin tak berarti apa apa, kita masih dapat mengguratkan senyum terbaik mengakhiri hitungan tersebut, tapi setelah sepuluh yang ke delapan, yang ke limapuluh. Otot otot betis, paha, perut, bisep dan trisep, akan mulai mengamuk protes didalam sana.

Ahh..
Ini semua tentang latihan fisik, tentang berusaha menjadi mukmin yang kuat, secara fisik..
Oh, tidak!
Anda salah besar, jika mengira semua ini tentang latihan fisik.

Karena masih di guyuran hujan, dengan waktu istirahat minim, dan keluangan waktu yang sangat terbatas, kami masih dapat menyelesaikan setengah juz perhari, qiyamul lail, dan dalam sebuah sesinya, dalam satu jam saja, kami dapat menghapalkan satu halaman surat Alqur’an.

Sehingga, kami dapat kesempatan berfikir dengan suasana yang sebenarnya, tentang apakah artinya jika di rumah kami sendiri, dengan kenyamana ekstra, kami tidak dapat menyelesaikan kewajiban 1 juz, qiyamul lail, dhuha, dan lain lain.

Dan dengan dukungan fasilitas, nutrisi, kesehatan, kenyamanan yang memadai, rasanya, kami juga bisa memenuhi target target hafalan kami.

Maka, tidaklah sia – sia dan atau berlebihan jika, mukhoyam ini diadakan setahun sekali bagi jenis kader apapun. Tidak hanya askary..

Ada Perjalanan yang mengawali atau mengakhirinya ..
Menempuh setapak bersisi jurang, becek dan berlumpur, tak lagi ingat kapan deduri itu menyayat kulit kami. Sampai masuklah kami menyusur sesungai berbatu, mengatur langkah dan pijakan agar tak jatu terhempas batu sungai. Dan sekian tanjakan dan turunan..

Dan,
Ini semua tidak lagi tentang menjadi yang terkuat..
Setiap tapak lelah tanjakan kami, setiap ketegasan tapak turunan kami, ada praktik ukhuwah disana. Setiap suap nasi gigih dan lelauknya, ada cinta untuk saudara kami. Setiap hitungan danlap yang nantinya akan berujung hukuman, kami diajarkan untuk ber-I’tsar sebaik baiknya..

Setelah 2 hari, tekanan mental yang dilancarkan pelatih akan mulai memaksa emosi kami naik, amarah, kesal dan benci campur aduk disana. Kecuali bagi mereka yang dapat bersayabar dengan baik, kecuali bagi mereka yang sejak awal dapat menjaga keikhlasan, kelurusan niat.

Akhirnya..
Perjalananpun dimulai, yaitu saat kami kembali pada kehidupan asli kami. Dengan segala fasilitas kehidupan kami, yang membuat hidup kami terasa begitu nyaman. Yaitu saat kami memiliki kebebasan memilih tanpa aturan aturan panitia, untuk melakukan apapun, kapanpun seingin kami,. Yaitu ketika kami dapat membuat segudang alas an untuk menjawab panggilan dakwah, menyesuaikan waktu, kemampuan dan kemauan, untuk melaksanakan tugas tugas dakwah tersebut.

Yang tidak berubah adalah, adanya  Allah yang maha mengawasi kapanpun di manapun. dan setiap jerih yang kita lakukan, ada nilainya masing masing, setiap kesulitan yang berbeda beda kami alami, ada nilainya masing masing. Juga kesungguhan yang kami persembahkan padaNya, juga ada nilainya masing masing.

(catatan MD2 Jawa barat, Mei 2011)
akiAwan
source : mendulanghikmahdarikisah.blogspot.com
repost by : ceritabos.blogspot.com

No comments:

Post a Comment