Hiasan etnik di dalam rumah tidak boleh sembarangan. Dibutuhkan perhatian khusus agar tampilannya lebih maksimal dan menjadikan hunian makin bernilai tinggi.
Kita sering kali menemukan hiasan etnik yang dipajang atau diletakkan di suatu ruangan. Kehadirannya tentu bukan tanpa sebab. Sejumlah penghuni rumah mencoba mengaplikasikannya karena hiasan etnik biasanya memiliki makna khusus.
Tak ayal, setiap hiasan etnik pada sebuah meja misalnya, entah itu berdiri sendiri maupun dibuat berkelompok, bakal memberikan arti yang berbeda pada ruangan. Tapi jangan salah, hiasan etnik itu berbeda dengan hiasan kuno.
Bedanya, hiasan etnik alias tradisional lazimnya berasal dari negeri kita sendiri. Dalam arti, karya atau benda yang dibuat merupakan hasil kerajinan yang berasal dari negeri sendiri. Sementara hiasan kuno asalnya bisa bermacam-macam.
Tidak selalu dari negeri sendiri, bisa saja dari negeri orang. Dibilang kuno karena tempat serta waktu pembuatannya yang sudah lampau dan langka. Hal tersebut ditegaskan oleh arsitek Bambang Eryudhawan.
Menurut dia, hiasan etnik cenderung dihasilkan di tanah kita sendiri. Sementara hiasan kuno bisa merupakan hasil kerajinan dari negara mana saja. Misalnya jam antik. Memang kuno, dilihat dari sisi pembuatannya saja era 1980-an, misalnya. Tapi, jam itu buatan Jerman.
“Benda kuno bisa saja buatan Belanda. Ambil contoh setrikaan kuno, kursi kuno, tapi bukan buatan kita. Yang etnik itu adalah benda atau hasil yang lahir dari tanah Indonesia pada masa lalu atau benda yang dibuat oleh masyarakat Indonesia,” kata Bambang.
Lantas, bagaimana meletakkan hiasan tersebut di dalam ruang? Ini penting diketahui supaya maksud yang diinginkan dapat tercapai. Sebab, beberapa kasus yang sering terjadi, hiasan etnik itu malah menjadi sekadar onggokan barang-barang yang tidak lebih dari “barang gudang”.
Untuk itu, sebaiknya letakkan hiasan tradisional tersebut di tempat yang tepat supaya tidak jadi sekadar elemen pendukung ruang, tapi bisa juga menjadi focal point ruangan. Tidak peduli hiasan etnik itu berharga murah atau mahal, bila Anda pandai menempatkannya, hiasan tersebut malah akan membuat ruang lebih bernilai. Misalnya, sebut Bambang, kain tenun dibeli tidak terlalu mahal.
Bila kain itu dibingkai dengan baik dan bingkainya tidak mengalahkan kain, artinya bingkai tidak menonjol dari kain, lalu diberi kaca dengan pencahayaan yang tepat, kain tenun tersebut bisa tampak lebih elegan di dalam suatu ruangan.
Contoh lain rest room hotel, ada yang memajang kain di salah satu sisi dinding. Itu artinya, rest room tersebut bukan sekadar tempat untuk membersihkan diri, tapi ada apresiasi terhadap seni juga. Berbeda halnya ketika benda etnik diletakkan sembarangan.
Sekali pun benda itu mahal misalnya, tak akan berkesan baik bila tidak diberi pendukung cahaya, dalam arti gelap, sehingga tak ada yang ditonjolkan. Kasus lain, ada juga yang meletakkan benda tradisional berkumpul untuk beberapa jenis barang.
Misalnya replika patung ganesha, kemudian patung erlangga yang terbuat dari perunggu berjejer pada satu lemari hias yang ada di ruang tamu atau di ruang keluarga, memang itu tidak jadi soal. Namun, jangan lupa perhatikan ukurannya. Sebab, adakalanya benda-benda hiasan tertentu perlu ditampilkan sendiri, apalagi jika ukurannya relatif besar.
“Kalau ukurannya besar lalu dideretkan, pasti sesak dan makan ruangan, akhirnya malah tidak tampil sempurna. Atau kain tenun mahal seharusnya tidak ditumpuk-tumpuk berdampingan dengan benda lain. Jadi, harus ditampilkan secara tersendiri,” ujar Bambang.
Hal lain yang tidak kalah penting adalah proporsi. Jangan sampai hiasan yang Anda aplikasikan tidak sesuai dengan ukuran ruang. Misalnya, Anda ingin memasang kain tenun Lombok di salah satu sisi dinding ruang yang kecil. Bila kain tersebut lebih besar dari ukuran ruang, benda hias itu tidak akan membuat ruang tampak cantik, tapi malah ruangan menjadi semakin sempit.
“Mestinya harus proporsional. Jadi, ukuran besaran hiasan dengan skala ruangnya mesti diperhatikan, baik tinggi maupun lebar dindingnya haruslah seimbang,” tutup Bambang.
www.forum-buku.blogspot.com
No comments:
Post a Comment