Nama dan Nasabnya
Syamsudin Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz bin Abdullah Adz-Dzahabi.
Dia berasal dari keluarga Turkuman[1], yang silsilahnya (bila diruntun) sampai kepada bani Tamim.
Ayahnya berprofesi sebagai pengerajin emas yang mahir dan ahli, hingga terkenal dengan sebutan Adz-Dzahabi (tukang emas). Dia juga menuntut ilmu dan mendengar Shahih Al Bukhari, taat beragama, dan rajin menunaikan shalat malam.
Muhammad dikenal sebagai Ibnu Adz-Dzahabi (putra Adz-Dzahabi), yang dinisbatkan kepada profesi ayahnya. Sebelumnya dia menetapkan namanya sebagai Ibnu Adz-Dzahabi. Pada mulanya, dia menekuni profesi ayahnya dan menjadikannya sebagai pekerjaannya, sehingga sebagian masyarakat yang semasa dengannya mengenalnya dengan sebutan “Adz-Dzahabi”.
Kelahiran dan Perkembangannya
Imam Syamsudin Muhammad bin Ahmad Adz-Dzahabi lahir di Damaskus, pada bulan Rabiul Akhir, tahun 673 H. Dia hidup di lingkungan keluarga ilmuwan yang taat beragama. Pada tahun kelahirannya, saudara sesusuannya, Alaudin Abu Al Hasan Ali bin Ibrahim bin Daud Al Aththar, berhasil memperoleh ijazah dari ulama-ulama besar semasanya di Damaskus, Halab, Makkah, dan Madinah.
Syamsudin tinggal selama 4 tahun bersama salah seorang sastrawan, yaitu Alaudin Ali bin Muhammad Al Halabi, yang terkenal dengan sebutan Al Bushbush. Dia mulai fokus menuntut ilmu ketika berusia 18 tahun.
Menuntut Ilmu
Syamsudin belajar qira`at (cara mengucapkan lafazh-lafazh Al Qur`an dan mempraktekkannya, baik yang disepakati maupun yang diperselisihkan, dan menyandarkannya kepada periwatnya-ed.) kepada Syaikhul Qurra` Jamaludin Abu Ishaq Ibrahim bin Daud Al Asqalani Ad-Dimasyqi, yang terkenal dengan sebutan Al Fadhili. Kemudian dia belajar kepada Syaikh Jamaludin Abu Ishaq Ibrahim bin Ghali Al Muqri` Ad-Dimasyqi. Dia mengikuti majlis yang diadakan Syaikh Syamsudin Abu Abdillah Muhammad bin Abdul Aziz Ad-Dimyathi Ad-Dimasyqi, seorang ahli qira`at, yang kemudian mempercayakan majlis-nya kepadanya pada tahun 692 H di masjid Jami’ dinasti Umayyah. Dia juga mendengar (belajar) kitab Asy-Syathibiyyah (Kitab Imam Syathibi tentang Qira`at Sab’) tidak hanya dari seorang ahli qira`at.
Pada waktu belajar qira`at, dia tertarik untuk mendengarkan hadits (belajar hadits dengan cara mendengarkan dari seorang syaikh) dengan seksama. Dia mendengar dari berbagai kitab yang tidak terhitung. Dia bertemu dengan banyak syaikh dan syaikhat (ulama perempuan).
Dia sangat ambisius mendengar hadits dan qira`at. Dia menekuni bidang tersebut sepanjang hidupnya, sampai-sampai dia mendengar dari beberapa orang yang terkadang tidak dia sukai.
Disamping belajar hadits dan qira`at, dia juga belajar ilmu-ilmu lainnya, seperti nahwu. Dia belajar kitab Al Hajibiyyah dalam ilmu nahwu (tata bahasa Arab). Ia juga belajar kepada pakar Bahasa Arab, Ibnu An-Nahhas, disamping mempelajari kumpulan-kumpulan syair, bahasa, serta sastra, secara sima’i (mendengarkan).
Adz-Dzahabi juga mempelajari kitab-kitab sejarah. Dia menyimak al maghazi, sirah, sejarah umum, mu’jam para syaikh dan syaikhat, serta buku-buku biografi lainnya.
Perjalanannya Menuntut Ilmu
Imam Adz-Dzahabi sangat berambisi melakukan perjalanan ke negeri-negeri lain untuk mendapatkan sanad Ali, supaya dapat belajar secara sima’i (mendengar langsung), dan bertemu dengan para ahli hadits untuk belajar dan mengambil manfaat dari mereka. Namun, ayahnya tidak mendukungnya. Setelah berusia 20 tahun, ayahnya membolehkannya melakukan perjalanan-perjalanan yang tidak jauh. Ayahnya mendampinginya saat mendatangi orang-orang yang dituju. Bahkan kadang-kadang mendampinginya dalam sebagian perjalanannya dan ikut mendengar dari beberapa syaikh.
Adz-Dzahabi melakukan perjalanan di kota-kota negeri Syam pada tahun 693 H, dengan melewati kota-kota yang paling terkenal, yaitu Ba’albek, Halab, Himsh, Hamah, Tripoli, Karak, Ma’arrah, Basra, Nabulus, Ramallah, Al Quds (Jerusalem), dan Tabuk.
Dia mendengar dan belajar kepada beberapa orang syaikh yang hidup pada masa itu, diantaranya Al Muwaffiq An-Nashibi (W. 695 H).
Dia juga melakukan perjalanan ke Mesir pada tahun 695 H dengan melewati Palestina. Kemudian melakukan perjalanan ke Iskandariyah (Alexandria) dan Bilbis, lalu belajar kepada beberapa orang syaikh disana, seperti Jamaludin Abu Al Abbas Ahmad bin Muhammad bin Abdullah Al Halabi, yang terkenal dengan sebutan Ibnu Azh-Zhahiri (W. 696 H).
Dia juga melakukan perjalanan untuk menunaikan ibadah haji pada tahun 698 H, dan di sana dia belajar dengan cara sima’i kepada beberapa orang syaikh di Makkah, Madinah, Arafah, dan Mina. Di antara mereka adalah Syaikh Dar Al Hadits di Madrasah Al Mustanshiriyah, yaitu Al Alim Al Musnid Abu Abdillah Muhammad bin Abdul Muhsin, yang terkenal dengan sebutan Ibnu Al Kharrath Al Hanbali (W. 748 H).
Karir Keilmuannya
Imam Adz-Dzahabi memegang jabatan Khatib di masjid Kafr Batna —salah satu desa di lembah Damaskus— pada tahun 703 H, dan menetap disana sampai tahun 718 H.
Sebelum meninggal, dia bekerja sebagai guru besar hadits di lima tempat di Damaskus, yaitu:
1. Masyhad Urwah atau Dar Al Hadits Al Urwiyyah.
2. Dar Al Hadits An-Nafisah.
3. Dar Al Hadits At-Tankaziyah.
4. Dar Al Hadits Al Fadhiliyah di Kallasah.
5. Turbah Ummu Ash-Shalih.
Karya-Karya Ilmiahnya
Imam Adz-Dzahabi meninggalkan banyak karya yang sangat berhraga, diantaranya:
1. Tarikh Al Islam wa Wafayat Al Masyahir wa Al A’lam.
2. Tadzkirah Al Huffazah.
3. Mizan Al I’tidal fi Naqd Ar-Rijal.
4. Akhbar Qudhat Dimasyq.
5. Man Tukullima fihi Wahuwa Mautsuq.
6. Tajrid Asma` Ash-Shahabah.
7. Al Kasyif fi Rijal Al Kutub As-Sittah.
8. Mukhtashar Taqwim Al Buldan.
9. Ahl Al Mi`ah Fasha’idani.
10. Talkhish Al Mustadrak.
11. At-Talwihat fi Ilm Al Qira`at.
12. Al Arba’un Al Buldaniyah.
13. Al ’Adzb As-Salsal fi Al Hadits Al Musalsal.
14. Al Muqizhah fi ’Ilm Mushthalah Al Hadits.
15. Ahadits Ash-Shifat.
16. Mas`alah Al Ijtihad.
17. Kasyf Al Kurbah ’Inda Faqd Al Ahibbah.
18. Juz’un fi Mahabbati Ash-Shalihin.
19. Tarjamah Ahmad bin Hambal.
20. Ath-Thibb An-Nabawi.
Masih banyak lagi karyanya yang tidak kami sebutkan di sini karena keterbatasan tempat.
Wafatnya
Imam Adz-Dzahabi meniggal setelah menghabiskan hidupnya di bidang ilmu pengetahuan dan perjalanan ilmiah. Dia meninggal pada tahun 748 H. Semoga Allah merahmatinya dan menempatkannya di surga-Nya yang luas.
* * * [1] Suku Turki yang berdomisili di Turkistan, Iran, dan Afganistan, (Kamus Al Munjid, Dar Al Masyriq Beirut-ed)
-----------
ref. al mustadrak ala shahihaini
terb. pustaka azzam
-----------
ref. al mustadrak ala shahihaini
terb. pustaka azzam
repost by : ceritabos.blogspot.com
No comments:
Post a Comment