Monday, November 8, 2010

Ali bin Abu Thalib

Ia adalah keturunan Abdu Manaf bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdu Manaf. Amirul Mukminin, Abu Hasan Al Qurasyi Al Hasyimi. Ibunya bernama Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abdu Manaf Al Hasyimiyah, putri paman Abu Thalib. Fatimah binti Asad termasuk wanita yang ikut hijrah bersama Nabi SAW ke Madinah dan meninggal saat Nabi SAW masih hidup di Madinah.
Amru bin Murrah meriwayatkan dari Abu Al Bukhturi, dari Ali, ia berkata: “Aku pernah berkata kepada Ibuku, ‘Bantulah Fatimah binti Rasulullah SAW mengambil air, dan jika pergi untuk memenuhi keperluannya maka dia pasti membantumu dalam pembuatan tepung dan adonan roti’.” 
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa dia meninggal di Madinah.
Ali bin Abu Thalib meriwayatkan banyak hadits dari Nabi SAW, dan belajar dan membaca Al Qur`an di hadapan beliau.
Orang-orang yang berguru kepadanya adalah Abu Abdurrahman As-Sulami, Abu Aswad Ad-Du‘ali, dan Abdurrahman bin Abu Laila.
Orang-orang yang meriwayatkan hadits dari Ali adalah Abu Bakar, Umar, Hasan, Husain, Muhammad, Umar, Ibnu Abbas, Ibnu Az-Zubair, sekelompok sahabat, dan masih banyak lagi yang lain.
Dia termasuk As-Sabiquna Al Awwalun (orang-orang yang pertama kali masuk Islam), mengikuti perang Badar dan sesudahnya, serta diberi gelar Abu Turab.
Diriwayatkan dari Sahal, bahwa ketika seorang pria keturunan keluarga Marwan diangkat menjadi wali Madinah, dia mengundangku lalu menyuruhku mencaci maki Ali, namun aku menolak. Dia berkata, “Jika kamu menolak maka laknatlah Abu Turab.” Aku lalu berkata, “Ali tidak mempunyai nama yang paling dia sukai daripada nama itu. Dia sangat senang jika dipanggil dengan nama tersebut.” Wali itu lalu berkata kepadaku, “Ceritakan kepadaku alasan dia dipanggil Abu Turab?” Aku menjawab, “Rasulullah SAW datang di rumah Fatimah, tetapi beliau tidak menemukan Ali di rumah, maka beliau bertanya, ‘Di mana keponakanmu?’ Fatimah menjawab, ‘Antara aku dengan dia terjadi sesuatu hingga dia mendiamkanku dan keluar tanpa memberitahukanku’. Rasulullah SAW lantas berkata kepada seorang pria, ‘Pergi dan carilah di mana dia!’ Pria itu kemudian datang seraya berkata, ‘Ya Rasulullah, dia sedang tidur di masjid’. Mendengar laporan tersebut, beliau mendatanginya saat dia sedang tidur dalam kondisi serbannya jatuh dari pundaknya hingga terkena debu. Rasulullah SAW kemudian mengusap debu darinya seraya berkata, ‘Bangunlah kamu wahai Abu Turab, bangun wahai Abu Turab’.”
Abu Raja‘ Al Aththaridi berkata, “Aku melihat Ali sebagai sosok yang tua, berambut tebal, yang nampak seperti sedang mengenakan kulit domba, berperut besar, dan berjenggot tebal.”
Hasan bin Zaid bin Hasan berkata, “Ali masuk Islam pada saat dia berusia 9 tahun.”
Diriwayatkan dari Muhammad Al Qeradzi, ia berkata, “Orang yang pertama kali masuk Islam adalah Khadijah. Orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan pria adalah Abu Bakar dan Ali. Abu Bakar juga orang yang pertama kali menunjukkan keislamannya di depan umum, sedangkan Ali cenderung merahasiakan keislamannya untuk menghindar dari ayahnya. Namun saat Abu Thalib (ayahnya) bertanya, ‘Apakah kamu telah masuk Islam?’ Ali menjawab, ‘Ya’. Abu Thalib lalu berkata, ‘Temanilah anak pamanmu dan tolonglah dia’. Ali masuk Islam sebelum Abu Bakar.”
Qatadah berkata, “Ali adalah pembawa bendera Rasulullah SAW dalam perang Badar dan juga pada semua peperangan.”
Abu Hurairah dan yang lain berkata, “Rasulullah SAW bersabda pada waktu perang Khaibar, 
‘Aku benar-benar akan memberikan bendera itu kepada orang yang dicintai Allah dan Rasul-Nya, dia mencintai Allah dan Rasul-Nya, serta Allah memberikan kemenangan melalui tangannya’. 
Umar lalu berkata, ‘Sebelum itu aku tidak pernah suka kepemimpinan’.” 
Abu Hurairah lanjut berkata, “Rasulullah SAW lalu memanggil Ali dan memberikan bendera itu kepadanya.”
Diriwayatkan dari Al Barra‘ dan Zaid bin Arqam, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah berkata kepada Ali, ‘Kamu bagiku seperti kedudukan Harun terhadap Musa, hanya saja kamu bukan seorang nabi.”
Ketika turun firman Allah, “Maka katakanlah kepadanya, ‘Marilah kita memanggil anak-anak kita dan anak-anak kalian’.”  (Qs. Aali Imraan [3]: 61) Rasulullah SAW memanggil Fatimah, Hasan, dan Husain, seraya berdoa, ‘Ya Allah, mereka semua adalah keluargaku’.”
Diriwayatkan dari Zaid bin Arqam, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda kepada Ali pada hari Ghadir Khum, 
“Barangsiapa pernah menjadi budakku maka Ali juga adalah majikannya.”
Diriwayatkan dari Zirr, dari Ali, ia berkata, “Sesungguhnya Nabi SAW pernah bersabda kepadaku, bahwa orang yang mencintaimu hanyalah orang mukmin, dan yang membencimu hanyalah orang munafik.”
Diriwayatkan dari Asy-Sya’bi, ia berkata, “Ali pernah berkata, ‘Kami tidak memiliki harta selain seekor domba. Kami tidur di sampingnya dan Aisyah membuat adonan roti di sampingnya. Maksudnya, kami tidur pada satu sisi sedangkan Fatimah membuat adonan pada sisi lain’.”
Diriwayatkan dari Ali, ia berkata, “Nabi SAW pernah mengirimku ke Yaman saat masih kecil. Ketika itu aku belum memiliki ilmu pengetahuan tentang cara menetapkan hukum. Rasulullah SAW kemudian memukul dadaku seraya berkata, ‘Pergilah, karena Allah akan memberi petunjuk kepada hatimu dan mengokohkan lisanmu’. Ali berkata, ‘Setelah itu aku tidak lagi ragu untuk memberikan ketetapan hukum antara dua perkara’.”
Diriwayatkan dari Ibrahim At-Taimi, dari ayahnya, ia berkata, “Ali pernah menyampaikan pidato kepadaku seraya berkata, ‘Barangsiapa mengira kita memiliki bacaan lain yang dibaca selain Kitabullah dan shahifah-shahifah (lembaran-lembaran ini) yang di dalamnya ada gigi unta dan kulit, maka dia telah berbohong’.”
Ibnu Abbas berkata, “Umar berkata, ‘Ali adalah orang yang paling bijak dalam menentukan hukum di antara kami, dan Ubai adalah orang yang paling bagus bacaan Al Qur`annya’.”
Ibnu Al Musayyib berkata: Diriwayatkan dari Umar, ia berkata, “Aku berlindung kepada Allah dari masalah yang sulit ketika tidak ada Abu Hasan (Ali).”
Masruq berkata, “Puncak ilmu para sahabat Rasulullah berada pada Umar, Ali, dan Abu Abdullah.”
Muhammad bin Manshur Ath-Thusi berkata, “Aku mendengar Ahmad bin Hanbal berkata, ‘Semua keutamaan para sahabat Rasulullah yang pernah ada tidak seperti keutamaan yang dimiliki Ali’.”
Abu Hayyan At-Taimi berkata, “Mujamma’ menceritakan kepadaku bahwa Ali pernah menyapu Baitul Mal kemudian shalat di dalamnya, dengan harapan bisa menjadi saksi bahwa dia tidak pernah mengambil harta kaum muslim.”
Diriwayatkan dari Jurmuz, dia berkata, “Aku pernah melihat Ali keluar dari istana dengan memakai sarung yang menutupi setengah lututnya dengan serban terikat, sementara dia memegang tongkat berjalan di pasar. Dia lalu menyuruh orang-orang agar bertakwa kepada Allah dan berjual-beli dengan baik. Dia berkata, ‘Penuhilah timbangan dan takaran dan janganlah mencampur daging dengan air untuk memberatkan timbangan’.”
Hasan bin Shalih bin Hayyin berkata, “Ketika orang-orang saling menyebutkan nama orang-orang zuhud kepada Umar bin Abdul Aziz, dia lantas berkata, ‘Orang yang paling zuhud di dunia adalah Ali bin Abu Thalib’.”
Khaitsumah bin Abdurrahman berkata, “Ali pernah berkata, ‘Barangsiapa ingin menjadikan manusia separuh dari dirinya maka dia hendaknya mencintai mereka seperti halnya ia mencintai diri sendiri’.”
Diriwayatkan dari Zaid bin Wahab, dia berkata, “Suatu ketika sekelompok orang dari kalangan Khawarij Bashrah datang menghadap Ali, lalu salah seorang di antara mereka —yaitu Ja’ad bin Na’jah— berkata, ‘Bertakwalah kepada Allah wahai Ali, karena kamu akan meninggal’. Ali menjawab, ‘Bahkan terbunuh dengan hantaman pada bagian ini hingga melumuri bagian ini. Itulah sebuah janji dan ketetapan yang telah diputuskan. Celakalah orang yang suka mengada-ada’. Ja’ad lalu mencela pakaian Ali. Ali pun berkata, ‘Mengapa kalian memperhatikan pakaianku? Pakaian ini sangat jauh dari kesombongan dan sebaiknya orang Islam meneladaniku’.”
Diriwayatkan dari Abu Thufail, bahwa Ali RA pernah melantunkan beberapa bait syair berikut ini:
Persiapkan dirimu untuk menghadapi kematian
Karena kematian pasti akan menjemputmu
Jangan takut kepada pembunuhan
Jika memang ia turun di dalam lembahmu
Yunus bin Bakir berkata: Ali bin Fatimah menceritakan kepadaku, bahwa Al Ashbagh Al Handzali berkata, “Pada malam Ali terkena musibah, Ibnu Nabah datang menemuinya ketika fajar terbit, untuk mengumandangkan adzan shalat. Beliau kemudian berdiri dan berjalan. Ketika sampai di pintu kecil, tiba-tiba Abdurrahman bin Muljam menariknya lalu menghantam dirinya. Setelah itu Ummi Kultsum keluar seraya menjerit dan berkata, ‘Ada apa dengan shalat Subuh? Suamiku Umar dibunuh pada waktu shalat Subuh dan Ayahku juga dibunuh pada waktu shalat Subuh’.”
Abu Janab Al Kalbi berkata: Abu Aun Ats-Tsaqafi menceritakan kepadaku tentang malam pembunuhan Ali: Hasan bin Ali berkata: Tadi malam aku keluar saat Amirul Mukminin sedang shalat. Setelah itu beliau berkata kepadaku, “Wahai Anakku, aku tadi malam bangun dan membangunkan keluargaku karena saat itu adalah malam Jum’at, hari terjadinya perang Badar, pada tanggal 17 Ramadhan. Lalu aku merasa mataku sangat berat hingga Rasulullah SAW mengusapnya. Aku kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah, apa yang aku perbuat jika menemukan ketidaklurusan dan permusuhan dari Umatmu?’ Beliau menjawab, ‘Doakanlah agar mereka celaka!’ Aku lalu berdoa, ‘Ya Allah, gantilah mereka untukku umat yang lebih baik dari mereka dan gantikanlah kepadaku untuk mereka orang yang lebih jelek dariku’. Setelah itu Ibnu Nabah datang untuk mengumandangkan adzan shalat. Maka beliau keluar dan aku juga keluar mengikutinya. Beliau kemudian dibuntuti oleh dua orang pria, hantaman pria pertama mengenai pintu sedangkan yang lain mengenai kepalanya.”
Ja’far bin Muhammad berkata: Diriwayatkan dari ayahnya, bahwa ketika Ali keluar untuk melaksanakan shalat, di tangannya ada tongkat yang digunakan untuk membangunkan orang-orang. Setelah itu Ibnu Muljam menghantamnya hingga Ali berkata, ‘Berilah dia makan dan minum. Jika aku masih hidup maka aku akan menuntut darahku’.”
Diriwayatkan dari perawi yang lain, dan ia menambahkan bahwa Ali berkata, “Jika aku masih hidup maka aku akan membunuhnya atau memaafkan, Namun jika aku mati maka bunuhlah orang yang membunuhku dan janganlah kalian bermusuhan, karena Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat permusuhan.”
Ali masih bisa bertahan pada hari Jum’at dan Sabtu, lalu meninggal pada malam Ahad tanggal 18 atau 19 Ramadhan.
Ketika Ali selesai dikubur, mereka menangkap Ibnu Muljam saat semua orang berkumpul dari berbagai penjuru negeri. Muhammad bin Hanafiyah, Husain, dan Abdullah bin Ja’far bin Abu Thalib kemudian berkata, “Biarkan kami menghukumnya.” Abdullah lalu memotong kedua tangan dan kakinya, namun dia tidak menunjukkan ketakutan dan tidak mau berbicara, lantas kedua matanya dicongkel, namun dia tetap tidak mau bicara. Tiba-tiba dia berkata, “Jika kamu mencongkel mataku maka sama saja kamu mencongkel kedua mata pamanmu.” Dia kemudian membaca firman Allah, “Bacalah dengan nama Tuhan-Mu yang telah menciptakan. …” (Qs. Al Alaq [96]: 1-19) sedangkan kedua matanya meneteskan darah. Dia lalu diseret dan diancam lidahnya akan dipotong, sehingga dia ketakutan. Ketika ia ditanya, “Mengapa engkau takut?” Dia menjawab, “Aku tidak takut, tetapi aku tidak senang hidup di dunia tanpa berdzikir kepada Allah.” Mereka pun memotong lidahnya kemudian membakarnya di pinggir jalan. 
Ibnu Muljam adalah orang yang berkulit sawo matang, berwajah tampan, bergigi renggang, rambutnya panjang menjulur hingga kedua telinganya, dan di keningnya ada bekas sujud.
Ja’far bin Muhammad berkata: Diriwayatkan dari ayahnya, ia berkata, “Hasan kemudian menshalati Ali, dan ia dimakamkan di istana Imarah Kufah, tetapi lokasinya disembunyikan.”
Diriwayatkan dari Abu Bakar bin Ayyasy, ia berkata, “Mereka sengaja menyembunyikan jasadnya supaya tidak diculik oleh orang-orang Khawarij.”
Muthayyin berkata, “Seandainya kelompok Rafidhah mengetahui kuburan orang yang dikunjungi di Kufah, tentu mereka akan menghancurkannya, padahal itu adalah kuburan Al Mughirah bin Syu’bah.”
Abu Ja’far Baqir berkata, “Ali terbunuh ketika berusia 58 tahun.”
Ada juga riwayat lain yang mengatakan bahwa pada saat itu Ali berusia 63 tahun.
Diriwayatkan dari Hubairah bin Yaryim, ia berkata, “Hasan bin Ali pernah berkhutbah kepada kami, ‘Kemarin kalian telah ditinggalkan oleh orang yang tidak ada yang dapat mengunggulinya dalam masalah ilmu kecuali orang-orang terdahulu, dan tidak ada generasi terakhir yang bisa menandinginya. Rasulullah SAW memberinya bendera, dan dia maju pantang mundur hingga diberi kemenangan. Beliau tidak meninggalkan emas dan perak kecuali sembilan ratus dirham, yang merupakan kelebihan dari sedekahnya, yang diberikan kepada para pembantu keluarganya’.”
Abu Ishaq berkata: Diriwayatkan dari Amr bin Al Asham, ia berkata, “Aku pernah mengatakan kepada Hasan bin Ali bahwa orang-orang Syi’ah mengira Ali akan dibangkitkan sebelum Hari Kiamat. Hasan lalu menjawab, ‘Mereka bohong. Demi Allah, mereka bukan orang Syi’ah. Seandainya kita tahu bahwa dia akan dibangkitkan lagi, maka kami tidak akan menikahkan lagi istri-istrinya dan kami tidak membagikan harta warisannya’.”
Ali RA memerangi orang-orang Khawarij yang telah membuat cerita bohong. 
Ibnu Yunus dalam Tarikh Mishr berkata, “Dia ikut menyaksikan penaklukkan Mesir dan ikut merencanakan bersama para pembesar. Dia termasuk orang yang memahami Al Qur`an dan fikih. Dia salah seorang keturunan bani Tadul dan salah satu pasukan berkuda mereka di Mesir. Dia mengajarkan Al Qur`an kepada Mu’adz bin Jabal, yang dulunya seorang budak.”
Aku katakan, “Kemudian beliau memahami Al Kitab dan melakukan apa yang beliau lakukan. Menurut orang-orang Khawarij dia termasuk salah seorang umat yang paling mulia. Dia juga diagungkan oleh kelompok Nashiriyah.”
Al Faqih Abu Muhammad bin Hazm berkata, “Mereka mengatakan bahwa Ibnu Muljam adalah orang yang paling mulia di muka bumi, karena dia telah membebaskan roh lahut dari kegelapan jasad dan kotorannya.”38
Sungguh aneh pandangan mereka yang tidak waras itu!
Mengenai Ibnu Muljam, Imran bin Hithan —seorang Khawarij— berkata dalam bait syainya,
Wahai orang yang membunuh ahli takwa, 
Yang ingin meraih keridhaan Sang Penguasa Arsy
Sejenak aku mengenang dirinya, lalu aku meyakini
Dialah orang yang paling berat timbangannya di sisi Allah
Menurut kelompok Rafidhah, Ibnu Muljam adalah orang yang paling sengsara di akhirat. Menurut kami, dia termasuk Ahli Sunnah yang kita harapkan masuk neraka. Tetapi bisa jadi Allah memaafkannya, bukan seperti yang dikatakan Khawarij dan Rafidhah. Hukumnya adalah seperti pembunuh Utsman, pembunuh Zubair, pembunuh Thalhah, pembunuh Sa’id bin Jubair, pembunuh Ammar, pembunuh Kharijah, dan pembunuh Husain. Semua itu adalah orang-orang yang tidak berada dalam tanggung jawab kami dan kami murka kepada mereka karena Allah. Kami menyerahkan semua urusan mereka hanya kepada Allah SWT.
-------------
ref. ringkasan siyar alam an-nubala
terb. pustaka azzam
source : cara-global.blogspot.com
repost by : ceritabos.blogspot.com

No comments:

Post a Comment