Wednesday, November 10, 2010

Abdurrahman bin Auf

Dia adalah salah seorang dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga, salah seorang dari enam ahli syura, dan sahabat yang ikut dalam perang Badar. 
Dia berbangsa Quraisy dari keturunan Az-Zuhri.
Dia termasuk salah satu dari delapan orang yang sangat cepat masuk Islam.
Pada masa jahiliyah ia bernama Abdu Amr, dan ada yang mengatakan Abdul Ka’bah, lalu (setelah masuk Islam) Nabi SAW memberinya nama Abdurrahman.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Ketika duduk bersama Umar, dia berkata, ‘Apakah kamu pernah mendengar Rasulullah SAW memberikan perintah kepada orang yang lupa dalam shalatnya, apa yang harus diperbuat?’ Aku menjawab, ‘Demi Allah, aku tidak tahu. Ataukah engkau pernah mendengarnya sendiri tentang masalah itu dari Rasulullah, wahai Amirul Mukminin ?’ Umar menjawab, ‘Tidak’. Pada saat kami berdua sedang asyik dalam diskusi, tiba-tiba Abdurrahman bin Auf muncul, lantas berkata, ‘Sedang apa kalian?’ Umar lalu menceritakan apa yang sedang dia diskusikan bersama Ibnu Abbas. Abdurrahman menjawab, ‘Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda (tentang hal itu)’. Umar lalu berkata kepadanya, ‘Kalau begitu engkau menjadi penengah kami, lalu apa yang kamu dengar?’ Abdurrahman berkata, ‘Apabila salah seorang di antara kalian lupa dalam shalatnya, sampai-sampai tidak tahu jumlah rakaatnya, lebih atau kurang, maka apabila dia ragu sudah satu atau dua rakaat, jadikanlah satu rakaat. Apabila ragu bahwa sudah dua atau tiga rakaat, maka jadikanlah dua rakaat. Apabila ragu sudah tiga atau empat rakaat, maka jadikanlah tiga rakaat, sehingga ada pertimbangan untuk menambah, lalu lakukan sujud sahwi dua kali, dan itu dilakukan pada saat takhiyat akhir, sebelum salam, kemudian bacalah salam’.”
Walaupun semua sahabat Rasulullah adil, tetapi ada sahabat yang lebih adil daripada yang lain, dan menurut satu riwayat, Umar RA pernah merasa puas dengan informasi yang disampaikan oleh Abdurrahman. 
Dalam kisah tentang meminta izin, bahwa Umar berkata kepada Abu Musa Al Asy’ari, “Datangkan orang yang menjadi saksi bagimu.” Ali bin Abu Thalib pernah berkata, “Apabila ada seorang laki-laki (sahabat) menceritakan kepadaku dari Rasulullah maka aku akan menyuruhnya bersumpah.” Tetapi jika Abu Bakar yang bercerita, maka Ali langsung membenarkannya dan Ali tidak pernah meminta Abu Bakar untuk bersumpah.” Wallahu a’lam.
Al Mada‘ini berkata, “Abdurrahman dilahirkan sepuluh tahun setelah tahun Gajah.” 
Diriwayatkan dari Ibnu Ishaq, ia berkata, “Kedua gigi seri Abdurrahman rontok, pecah, dan cacat. Musibah itu dialaminya saat perang Uhud, hingga membuat giginya rompal dan terluka sebanyak dua puluh luka. Sebagian luka itu mengenai bagian kakinya sehingga membuatnya pincang.”
Utsman berkata, “Tidak ada seorang pun yang mampu menandingi kebiasaan orang tua ini dalam kedua hijrahnya.”
Di antara keistimewaan Abdurrahman adalah kesaksian Rasulullah bahwa dirinya akan masuk surga. 
Dia pahlawan perang Badar dan termasuk kelompok sahabat yang disebutkan dalam ayat, لَقَدْ رَضِيَ اللهُ عَنِ الْمُؤْمِنِيْنَ إِذْ يُبَايِعُوْنَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ “Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon.” (Qs. Al Fath [48]: 18) Apalagi Nabi SAW pernah shalat di belakangnya.
Diriwayatkan dari Amr bin Abdul Wahhab At-Tsaqafi, ia berkata, “Pada waktu kami sedang bersama Al Maghirah bin Syu’bah, dia ditanya, ‘Apakah ada orang lain yang pernah menjadi imam Nabi selain Abu Bakar?’ Dia menjawab, ‘Ya’. Lalu dia menyebutkan bahwa Nabi sedang berwudhu, mengusap sepatunya dan serbannya, kemudian beliau shalat di belakang Abdurrahman bin Auf, dan aku juga shalat bersamanya satu rakaat, sedangkan satu rakaat lagi yang ketinggalan aku qadha.”
Diriwayatkan dari Qatadah, ia berkata, “Ayat, ‘(Orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin’. (Qs. At-Taubah [9]: 79) diturunkan ketika Abdurrahman bin Auf menyedekahkan separuh hartanya sebanyak empat ribu dinar.”
Orang-orang munafik kemudian berkata, “Sesungguhnya Abdurrahman sangat riya`.”
Diriwayatkan dari Syaqiq, ia berkata, “Ketika Abdurrahman menghadap Ummu Salamah, ia berkata, ‘Wahai Ummul Mukminin, aku sebenarnya takut masuk dalam kelompok orang-orang yang rusak. Aku juga orang Quraisy yang memiliki banyak harta, dan aku telah menjual tanah seharga 40.000 dinar’. Ummu Salamah berkata, ‘Hai Anakku, berinfaklah, karena aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya ada dari sahabat-sahabatku yang tidak melihatku lagi setelah aku berpisah dengannya”.’ Lalu aku menemui Umar dan menceritakan kepadanya tentang masalah itu. Beliau kemudian mendatangi Ummu Salamah dan berkata, ‘Demi Allah, apakah aku termasuk golongan mereka?’ Ummu Salamah menjawab, ‘Tidak, dan setelah dirimu, aku tidak akan membebaskan orang lain lagi ’.”
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, “Suatu ketika muncul permasalahan antara Khalid dengan Abdurrahman bin Auf, hingga membuat Rasulullah SAW bersabda, ‘Panggil sahabat-sahabatku itu untuk menghadapku! Sesungguhnya jika ada salah seorang di antara kalian menginfakkan emas sebanyak gunung Uhud, maka pahalanya tidak bisa menyamai infak salah seorang dari mereka walaupun hanya satu mud atau separuhnya’.”
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, ‘Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada istri-istriku’.” 
Abdurrahman kemudian memberikan wasiat kepada mereka berupa sepetak tanah seharga empat ratus ribu.
Di antara amal Abdurrahman yang paling mulia adalah melepaskan jabatannya ketika bermusyawarah dan menyerahkannya kepada orang yang ditunjuk oleh Ahlul Hilli wal Aqdi.45 Beliau benar-benar rela melepasnya demi menyatukan umat di bawah kepemimpinan Utsman. Seandainya dia mencintai jabatan itu, tentu dia akan mengambilnya sendiri atau memberikannya kepada keponakannya dan mendekatkan jamaah kepadanya, yaitu Sa’ad bin Abu Waqqash.
Ibrahim bin Abdurrahman berkata: Abdurrahman bin Auf pernah jatuh pingsan karena sakit, hingga orang-orang mengira dia telah wafat. Orang-orang pun mendatanginya dan mengelu-elukannya. Tiba-tiba dia sadar dan bertakbir, sehingga Ahlul Bait pun ikut bertakbir. Dia kemudian berkata kepada mereka, “Apakah aku tadi pingsan?” Mereka menjawab, “Ya.” Abdurrahman berkata, “Kalian benar. Pada saat aku pingsan tadi, ada dua orang mendatangiku. Orang itu kelihatan kekar dan bengis. Mereka berkata, ‘Pergilah bersama kami untuk menghakimimu di depan Al Aziz Al Amin’. Kedua orang itu lalu pergi bersamaku dan kami bertemu dengan seorang pria di tengah perjalanan, lalu pria itu berkata, ’Kemanakah kalian akan membawa pria ini?’ Mereka menjawab, ‘Berhakim kepada Al Aziz Al Amin’. Pria itu berkata, ‘Kembalilah, karena sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang ditakdirkan akan mendapat kebahagiaan dan ampunan sejak mereka masih dalam perut ibu mereka. Dia juga akan diberikan kesenangan hingga jangka waktu yang ditetapkan oleh Allah’.” Setelah itu Abdurrahman masih tetap bisa bertahan hidup selama satu bulan.
Ibrahim bin Sa’id berkata: Diriwayatkan dari ayahnya, dari kakeknya, dia mendengar Ali berkata pada hari wafatnya Abdurrahman bin Auf, “Pergilah wahai putra Auf, sungguh kamu telah menemukan kebaikan dan meninggalkan keburukan.” 
Diriwayatkan dari Anas, ia berkata, “Aku melihat setelah meninggalnya Abdurrahman bin Auf, setiap istrinya memperoleh harta sebanyak seratus ribu dirham.”
Ketika dia hijrah ke Madinah, dia sangat fakir. Rasulullah SAW kemudian mempersaudarakannya dengan Sa’ad bin Rabi’, salah seorang tokoh masyarakat, lalu Sa’ad menawarkan untuk membagi harta kekayaannya dengan Abdurrahman dan akan menceraikan istri terbaiknya untuknya. Abdurrahman bin Auf pun berkata, “Semoga Allah memberikan berkah pada harta dan keluargamu, tunjukkan saja pasar kepadaku!” Setelah itu dia pergi ke pasar untuk berdagang dan akhirnya mendapatkan keuntungan. Beberapa saat setelah itu dia memiliki banyak harta. Ia lalu menikah dengan seorang wanita yang ia hiasi dengan emas. Nabi SAW berkata kepadanya, “Adakan walimah, walaupun hanya dengan menyembelih seekor kambing?” Setelah itu ia berhasil dalam berdagang dan sukses.
Dia meninggal pada tahun 32 Hijriyah dan dimakamkan di Baqi’.
Abu Umar bin Abdul Barr berkata, “Dia sangat pandai berdagang. Setelah meninggal dunia, ia mewariskan seribu unta, tiga ribu kambing, dan seratus kuda. Dia juga memiliki perkebunan di Jurf46 yang diairi dengan air hujan.”
Menurut aku, Abdurrahman bin Auf adalah sosok orang kaya yang pandai bersyukur, sedangkan Uwais adalah sosok orang miskin yang pandai sabar, dan Abu Dzar serta Abu Ubaidah adalah sosok orang yang Zuhud dan mampu menahan diri.
 ------------

ref. ringkasan siyar alam an-nubala
terb. pustaka azzam

source : cara-global.blogspot.com
repost by : ceritabos.blogspot.com

No comments:

Post a Comment