Pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens menganalogikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terjebak di ruang kaca, dalam merespons kemunculan kerbau SiBuYa yang dibawa pengunjuk rasa saat aksi 28 Januari lalu.
"Presiden marah, kita bilang dia curhat. Sebetulnya Presiden itu lagi terjebak di ruang kaca. Depan- belakang, kiri-kanan melihat bayangannya sendiri dan Presiden takut dengan bayangannya sendiri," papar dia di Jakarta, Rabu (3/2/2010).
Asumsi ini setidaknya terbaca dari kekhawatiran Presiden SBY terhadap aksi 28 Januari akan mengarah ke gerakan makar. Begitu juga dalam unjuk rasa pada 9 Desember, untuk memperingati hari Antikorupsi se-Dunia. Akan tetapi semua ini tebukti tidak benar.
"Bisa jadi yang kita persalahkan pembisik-pembisiknya. Tapi yang kuat sebenarnya adalah Presiden kehilangan arah. Pembakaran foto, apakah sebuah masalah yang serius?"
Menurut Boni, cara berekpresi dari pengunjuk rasa dengan membakar foto hingga membawa binatang kerbau semuanya adalah teknik demontrasi dan bukan yang utama dari sebuah aksi.
"Yang utama adalah esensi atau pesan yan ingin disampaikan oleh demo itu bahwa pemerintah telah gagal, maka pemerintah harus koreksi," tandas pengajar UI itu.
Sekadar diketahui, demonstrasi 28 Januari yang menyikapi 100 hari kerja pemerintah, rupanya membuat Presiden tersinggung.
Presiden menyampaikan ungkapan hatinya itu di sela-sela pengantar pembuka rapat kerja, yang dihadiri oleh Wakil Presiden Boediono, seluruh menteri Kabinet Indonesia Bersatu, dan gubernur se-Indonesia, di Istana Cipanas, kemarin.
"Apa yang cocok dengan aksi berloudspekaer yang besar, teriak-teriak SBY maling, Boediono maling, menteri maling. Ada yang bawa kerbau, SBY badannya besar, malas, dan bodoh. Apa unjuk rasa seperti itu ekspresi kebebasan, lantas foto diinjak-injak dan dibakar? Silakan dibahas dengan pikiran yang jernih," ucapnya.
"Presiden marah, kita bilang dia curhat. Sebetulnya Presiden itu lagi terjebak di ruang kaca. Depan- belakang, kiri-kanan melihat bayangannya sendiri dan Presiden takut dengan bayangannya sendiri," papar dia di Jakarta, Rabu (3/2/2010).
Asumsi ini setidaknya terbaca dari kekhawatiran Presiden SBY terhadap aksi 28 Januari akan mengarah ke gerakan makar. Begitu juga dalam unjuk rasa pada 9 Desember, untuk memperingati hari Antikorupsi se-Dunia. Akan tetapi semua ini tebukti tidak benar.
"Bisa jadi yang kita persalahkan pembisik-pembisiknya. Tapi yang kuat sebenarnya adalah Presiden kehilangan arah. Pembakaran foto, apakah sebuah masalah yang serius?"
Menurut Boni, cara berekpresi dari pengunjuk rasa dengan membakar foto hingga membawa binatang kerbau semuanya adalah teknik demontrasi dan bukan yang utama dari sebuah aksi.
"Yang utama adalah esensi atau pesan yan ingin disampaikan oleh demo itu bahwa pemerintah telah gagal, maka pemerintah harus koreksi," tandas pengajar UI itu.
Sekadar diketahui, demonstrasi 28 Januari yang menyikapi 100 hari kerja pemerintah, rupanya membuat Presiden tersinggung.
Presiden menyampaikan ungkapan hatinya itu di sela-sela pengantar pembuka rapat kerja, yang dihadiri oleh Wakil Presiden Boediono, seluruh menteri Kabinet Indonesia Bersatu, dan gubernur se-Indonesia, di Istana Cipanas, kemarin.
"Apa yang cocok dengan aksi berloudspekaer yang besar, teriak-teriak SBY maling, Boediono maling, menteri maling. Ada yang bawa kerbau, SBY badannya besar, malas, dan bodoh. Apa unjuk rasa seperti itu ekspresi kebebasan, lantas foto diinjak-injak dan dibakar? Silakan dibahas dengan pikiran yang jernih," ucapnya.
www.forum-buku.blogspot.com
No comments:
Post a Comment